MARI BANGKIT INDONESIAKU
Ratmawati Malaka
Dosen Universias Hasanuddin dan Anggota Persada Sulawesi Selatan
Bencana melanda tanah air tercinta kita dimana-mana. Kita semua, pemerintah dan masyarakat perlu introspeksi diri. Kenapa semua ini terjadi ? Adakah Tuhan murka pada kita ? Adakah Tuhan sudah mulai bosan memperingati kita seperti kata lagu Ebit G Ade ? Adakah semua ini hanya ujian dan cobaan untuk kita ? Mengapa bencana beruntun terjadi ? Wasior, Mentawai dan Merapi.
Marilah kita menengok kehidupan kita saat ini, introspeksi diri karena terlalu banyak hal-hal yang sudah jauh dari fitrah kita sebagai halifah di muka bumi. Dengan persaingan hidup di dunia ini yang semakin memprihatinkan, dengan menyimak segala macam berita baik di media cetak atau media elektronik, banyak berita atau acara yang tidak lagi menyejukkan. Hampir sebagian besar memberikan ”negative feeling” bagi yang mendengarnya. Sungguh ironis, apakah telah banyak manusia telah kehilangan jati diri sebagai manusia, makhluk termulia yang diciptakan Allah. Ataukah memang begitulah atau beginilah hidup menuju era informasi bebas yang tak lagi memperhatikan rambu-rambu sosial masyarakat berbudaya.
Media layar kaca ataupun media cetak, atau media elektronik, tak jarang kita harus tutup mata ketika melihat betapa tayangan terutama di media layar kaca menampilkan adegan yang mestinya tidak perlu diperlihatkan ke massa. Kitapun harus menutup telinga ketika mendengar pemberitaan yang membuat hati menjadi miris karena tak pantas perbuatan atau pemberitaan itu kita dengar. Kitapun harus tutup mulut ketika ada hal yang seharusnya kita berbicara untuk menegur atau meluruskan sesuatu yang salah yang terjadi di sekitar kita, supaya tidak disingkirkan dari lingkungan, sehingga kita terpaksa ikut arus dalam sistem yang telah salah. Kitapun harus menutup hidung, manakala ada bau tak sedap di lingkungan kita tanpa berani menyusir atau menyingkirkan penyebab bau itu kalau kita tetap mau hidup di lingkungan tempat kita mencari oksigen dan mencari sumber hidup dan kehidupan. Tentu saja yang paling memprihatinkan manakala kitapun harus menutup rasa saat sensasi untuk berjuang mengejar kebenaran dan keadilan tak lagi peka untuk ditampilkan. Kita sudah terbiasa apatis, kita sudah terbiasa dengan semua ini, dan siapa saja yang mau melakukan perubahan maka dia akan tenggelam.
Semua orang sibuk mencari hidup, meskipun tak ada seorangpun yang tahu sampai kapan dia hidup. Semoga tidak semua orang hidup sibuk mencari kursi, dan saat kursi sudah diperolehnya dia tak mau lagi bergerak untuk bergeser dari kursi empuknya. Semoga tidak semua orang sibuk mencari muka. Meskipun muka telah dimilikinya sendiri, mungkin senang punya muka ganda, yang bisa diganti-ganti tiap saat sesuai tempat dan kondisi. Biar dia bisa mengelabui setiap orang didekatnya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dunia global membuat orang semakin sibuk. Tak ada lagi kata yang lebih asyik dan seksi selain sibuk. Sibuk cari nafkah untuk keluarga mendingan, daripada sibuk cari enak, sibuk cari bahagia yang tidak pernah ketemu, entah sibuk cari apa lagi, sampai-sampai untuk silaturahim dengan saudarapun ada jadwalnya. Karena saking sibuknya dunia jadi rame banget. Lihat jadwal penerbangan, lihat jadwal kapal laut, lihat angkutan darat semua penuh penumpang yang semuanya sibuk. Jalanan dimana-mana macet, tidak di jalan raya, sampai lorong-lorongpun menjadi macet. Kemana semua manusia itu hilir mudik ? Mudah-mudahan sibuk karena mencari ridho Allah.
Bencana alam terjadi dimana-mana, menelan korban yang tidak sedikit, mungkin memang alam mulai bosan, marah dengan kerakusan manusia, marah karena kesibukan yang tak berhenti, tak perduli kesibukan mereka merusak alam, mencederai mahluk lain, meracuni bumi yang dipijaknya. Mudah-mudahan alam masih mau kembali bersahabat, manakala manusia kembali sadar akan keberadaannya sebagai khalifah di muka bumi.
Apa yang mesti diperbuat ?
Ini hanya sekedar opini dari seorang hamba Allah sebagai pemerhati kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Apa yang mesti kita perbuat untuk menghadapi hidup yang demikian memprihatinkan ini, apakah kita harus tetap menutup mata, telinga, hidung, mulut dan perasaan kita ? Tentu saja tidak, setiap orang wajib untuk berubah bukan sebelum merubah orang lain. Tetapi kalau diri kita sendiri yang bertekad untuk berubah pasti hidup ini akan indah.
Semua insan yang berkecimpung dalam bidang siaran tak akan lagi secara vulgar menyiarkan sesuatu yang membuat pendengar atau pemirsanya menjadi ”negative feeling” tetapi dikemas sedemikian rupa dan menjadi siaran yang memotivasi siapapun juga, dan semua orang menjadi bahagia mendengarnya. Pemerintah bertekad berubah untuk menyayomi rakyat yang dipimpinnya, mau mendengar keluhan rakyatnya seperti zaman khalifat Umar bin Hattab menyayomi rakyatnya sampai rela tak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Sampai semua rakyatnya menjadi makmur dan tak seorangpun yang memerlukan bantuan atau zakat lagi. Sampai tak ada lagi protes dari rakyat kecil karena tak mampu membeli sembako. Sampai tak ada lagi protes akibat mobil dinas yang berkeliaran bukan di tempat yang seharusnya.
Seorang pemimpin kecil ataupun besar tak lagi berusaha sibuk mati-matian untuk bertahan di kursi empuknya dengan berbagai cara sehingga menimbulkan perpecahan di antara mereka sendiri. Tak perlu lagi ada protes dari rakyat yang sibuk karena merasa hak-haknya sebagai rakyat dilanggar. Semua menjalankan fungsinya di jalur yang benar. Sungguh indah hidup ini kalau saja semuanya berjalan normal. Tak ada lagi penipuan karena semua orang tak mau menipu. Tak ada lagi orang sibuk korupsi karena semua orang tak mau korupsi. Tak ada lagi yang sibuk memberitakan video forno, karena semua orang tak mau berbuat mesum. Tak ada lagi orang yang sibuk untuk menjadi pahlawan kesiangan dengan menyakiti banyak orang yang benar-benar berjuang untuk suatu perubahan. Tak ada lagi orang yang sibuk menjadi super hero dan merasa semua kesuksesan karena pekerjaannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Tak ada lagi yang sibuk memberitakan perselingkuhan, karena semua orang menghindari pintu menuju fitnah perselingkuhan. Bisakah semua itu menjadi impian atau cita-cita dari kita semua ? Why not ? Tidak ada yang tak mungkin kalau kita mau berubah dan kita menuju ridho Allah. Negara kita akan menjadi negara makmur, sentosa, bahagia karena semua hidup menjadi ridho Allah. Dan suatu saat semua elemen bangsa akan bangga ketika mengucap ”Indonesia Tanah Airku”. ”Ayo bangkit Indonesiaku”, ”Indah nian Indonesiaku”, sungguh Harum namamu Indonesiaku.
Kita dikaruniai Allah SWT berupa akal yang membuat derajat kita lebih tinggi yang membedakan kita dengan makhluk lain Ciptaan-Nya. Tetapi derajat kita bisa lebih rendah manakala kita melakukan maksiat dan dosa. Jangan kita seperti monyet atau kucing seperti kata Gelitik Fuad Rumi, Fajar 30 Juli 2010. Mari semua masyarakat Indonesiaku untuk memanfaatkan kapasitas otak kita yang mempunyai 200 milyar sel otak, yang mampu menampung 100 milyar bite informasi dengan kecepatan berfikir 300 mil/jam dan 4000 pikiran dalam 24 jam untuk digunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan Bangsa Indonesia. Mari kita semua bertekad ” Bangkit Indonesiaku”.
0 comments:
Post a Comment