Mengatasi Permasalahan Persusuan Indonesia



MENGATASI PERMASALAHAN PERSUSUAN INDONESIA


Prof. Dr. drh. Ratmawati Malaka, M.Sc.
(Dosen Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu Fakultas Peternakan UNHAS)

            Berita tercemarnya produk susu formula sebanyak 22,73% (dari 22 sampel) dan makanan bayi 40% (dari 15 sampel) dengan Enterobacter sakazaki di berbagai media massa menimbulkan perdebatan yang cukup sengit di kalangan yang berkepentingan. Hal ini menimbulkan keresahan yang cukup mengganggu bagi masyarakat konsumen.  Pemerintah kelihatannya lamban menanggapi masalah tersebut karena memang berbagai elemen akan turut merasakan betapa sebuah berita dapat memberi dampak pada berbagai sektor.   Masyarakat secara sepat menginginkan pemerintah segera mengumumkan merek-merek susu yang tercemar tersebut agar mereka bisa memilih dan menghindari produk tersebut.  Tetapi pemerintah tetap menginginkan adanya pemeriksaan lebih dulu oleh BPOM (Balai Pengawasan Obat dan Makanan) agar tidak salah dalam mengambil kebijakan.  Meskipun demikian apakah sedemikian lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa produk susu tersebut sehingga tidak bisa secepatnya mengantisipasi keinginan masyarakat konsumen yang tentu saja sangat dirugikan apabila hasil penelitian peneliti IPB tersebut benar-benar terbukti.  Meskipun rektor IPB memberikan penjelasan bahwa penelitian tersebut dari sample yang dipasarkan antara April – Juni 2006, tetapi tetap saja hal tersebut menimbulkan kepanikan bagi ibu-ibu yang anaknya masih mengkonsumsi susu formula, karena tidak menutup kemungkinan susu formula yang beredar di pasaran saat ini tetap terkontaminasi bakteri pathogen tersebut.
            Kenapa pemerintah dan jajarannya lamban mengambil tindakan ?  Apakah ada kepentingan politis ? Hanya pemerintah yang bisa menjawabnya.  Pada dasarnya bila diumumkan merek susu formula tersebut maka otomatis produsen susu tersebut akan mengalami kerugian yang tidak sedikit karena produknya akan ditarik dari pasaran dan pabriknya tidak akan  dipercaya lagi oleh konsumen.   Membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan kepercayakan konsumen kembali terhadap produk tersebut.  Dampak selanjutnya adalah munculnya kembali pengangguran karena pemecatan tenaga kerja, apabila perusahaan tersebut gulung tikar.  Kalau itu yang ada dalam pikiran pemerintah maka kita semua masih bisa menerima alasan tersebut. Tetapi kalau  alasan demi kepentingan orang tertentu maka sebaiknya pemerintah menanyakan kembali ke dalam hati nurani.  Tegakah kita menghancurkan anak cucu kita sendiri hanya karena kepentingan sesaat ?

Permasalah Persusuan di Indonesia
            Mengingat kebutuhan susu dalam negeri baru terpenuhi 30% dari produksi dalam negeri maka sebagaian besar untuk memenuhi kebutuhan ini adalah mengimpor produk - produk susu tersebut.  Secara bertahap telah berkembang peternakan sapi perah diberbagai daerah di Indonesia.  Daerah yang menjadi basis peternakan sapi perah untuk industri susu di Jakarta dan Jawa Barat adalah daerah Pangalengan dan Lembang, sedangkan untuk Jawa Timur adalah Batu Malang.  Di Sulawesi Selatan sendiri daerah pengembangan sapi perah adalah Kabupaten Enrekang dan Gunung Perak Kabupaten Sinjai.  Daerah yang cukup potensial juga adalah Malino Kabupaten Gowa. 
            Meskipun peternakan sapi perah telah mengalami peningkatan populasi dari tahun ke tahun tetapi permasalahan tetap saja ada.  (1) Faktor breeding: stok bibit kondisi kurang baik karena tingginya penyakit reproduksi; (2) Pakan: persediaan hijauan yang semakin menyusut karena ketersediaan lahan yang semakin menyempit, juga konsentrat yang kurang akibat daya beli peternak kecil dan kurangnya produksi dalam negeri; (3) manajemen pengelolaan; pengetahuan petani peternak yang masih kurang terutama masalah kebersihan kandang; (4) pengolahan susu; susu umumnya diolah oleh perusahan atau pabrik susu atau dijual sebagai susu segar pasteurisasi (5) Pemasaran produk belum tertangani secara baik; (6) pemalsuan susu: susu segar dipalsukan dengan penambahan air, santan atau air tajin, (7) masalah pengolahan susu yang masih kurang memperhatikan keamanan konsumen. (8) masalah kelembagaan, yaitu kurangnya koordinasi antara tiap lembaga yang ada seperti koordinasi antara BPOM,  institusi   peneliti, perguruan tinggi, depertemen kesehatan, departemen pertanian, sehingga masing-masing mempertahankan ego masing-masing dalam menangkap sebuah permasalahan.
            Dari masalah tersebut di atas, apa yang mesti dilakukan sebagai pemerintah, konsumen, peternak atau sebagai produsen produk susu.  Bila kita menengok bagaimana pada Negara-negara maju dalam mengatasi keamanan pangan maka kita semestinya berani melakukan tindakan demi kemajuan bangsa kita sendiri.

Fungsi Perusahaan Industri Pengolahan Susu
            Untuk mendapatkan produk susu yang sehat dan kerkualitas maka sebuah perusahaan industri pengolahan susu semestinya tidak hanya berkecimpung khusus mengolah susu kalau ingin produk susunya tetap dipercaya oleh konsumen.  Perusahaan industri pengolahan susu seharusnya memperhatikan sumber susu yang dikelolanya.  Perusahaan industri susu tidak akan berhasil apabila tidak melihat dari mana asal susu yang diperolehnya yaitu peternak.  Peternak dan ternak adalah kunci  apakah perusahaan akan tetap melaju atau stagnan atau malah mundur kemudian bubar.   Oleh sebab itu fungsi dari usaha industri susu adalah: (1) Membina peternak: Perusahaan pengolahan susu seharusnya membina peternakan sapi perah mulai dari kesehatan hewan sampai bagaimana meningkatkan produksi dan bagaimana memproduksi susu yang aman.  Hal ini sangat penting karena sekali suatu industri menyebabkan wabah akibat minum susu yang diproduksinya maka tidak akan dipercaya lagi oleh masyarakat konsumen. (2) Melakukan pemeriksaan kualitas susu. Setelah susu sampai di pabrik maka semestinya susu diperiksa baik terhadap kualitas fisik dan kimianya dan terutama pemeriksaan terhadap mikrobiologinya sehingga bisa diketahui layak tidaknya susu tersebut diolah lebih lanjut. (3) Melakukan proses pengolahan yang higienis.  Proses pengolahan yang paling sederhana adalah melakukan proses pasteurisasi yang dikombinasi dengan proses pendinginan.  Pada prosessing ini diharapkan semua hal yang bisa menyebabkan terjadinya kontaminasi produk harus dihindari. (4) Melakukan pemeriksaan fisik, kimia dan mikrobiologi secara rutin untuk menjamin keamanan konsumen.
Proses pasteurisasi terutama dilakukan bila skala produksi masih kecil misalnya  di bawah 1000 liter/hari.  Oleh sebab itu produksi Susu Segar Sinjai (SUSIN) yang dikelola oleh Koperasi susu Sintari bisa digolongkan sebagai industri pengolahan susu meskipun dalam  skala industri kecil yang pengelolaannya masih berupa susu pasteurisasi dengan kapasitas produksi 400 liter/hari.  Koperasi ini merupakan koperasi yang anggotanya terdiri dari 5 kelompok peternak yang tersebar di daerah Gunung Perak dan sekitarnya di Sinjai Barat.

Mengatasi Permasalahan Persusuan Indonesia
            Mengingat berbagai masalah persusuan Indonesia yang selalu menimbulkan keresahan seperti tahun sebelumnya harga produk susu yang selalu naik, dan tahun ini adalah kasus tercemarnya susu formula maka apa yang mesti dilakukan oleh semua pihak?  Masyarakat konsumen sebagai masyarakat yang boleh dikatakan tak berdaya mau tak mau harus tetap memberikan makanan bergizi untuk anak-anak dan dirinya sendiri.  Oleh sebab itu pemerintah mestinya mulai berbenah diri, kalau semua melakukan fungsinya secara baik antara tiap lembaga dan berkoordinasi satu sama lainnya maka semestinya semua permasalahan secara perlahan dapat teratasi secara baik.  Kita bisa memulai dari bagaimana meningkatkan produksi susu dalam negeri sehingga kita tidak selalu bergantung pada impor produk susu yaitu dengan melakukan teknis peningkatan produksi, peningkatan kesehatan hewan, peningkatan higienis pada penanganan dan pengolahan susu, peningkatan perlindungan konsumen, memperhatikan kesejahteraan peternak dan buruh industri susu, serta koordinasi kelembagaan yang baik.  Semua akan sampai ke tujuan yang indah bila kita memulai dari niat yang tulus dan suci.
4 Maret 2008

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dalam Pencarian Rhido Ilahi (Ratmawati Malaka)

DALAM PENCARIAN RHIDO ILAHI

RATMAWATI MALAKA
1 November 2012

Aku mimpi, engkau merasakan sakit yang kuderita
Engkau mengerang karena tulang rusukmu terlembar dan ingin tersambung kembali
Aku berjuang melawan mimpi, dan aku tak sanggup mengejar mimpi
Aku mencoba berdiri melawan takdir, dan
Aku cuma berguman, aku ingin Rhido Ilahi

Anakku menatapku haru, dia sudah besar, rintihku
Dia hanya merasakan lentera padam tak berminyak
Dia bukan lagi, anakku yang meminta segelas susu
Kerlip matanya menatapku dengan sejuta kata
Merasakan kepala berayun dan tak hendak berbicara

Dia kekasih yang tersandung anakku, aku ingin membuatnya bangkit
Tapi dia tak bisa mengangkat hatinya yang berdarah
Hidupnya sudah nyaman anakku, dia berada dalam puncak
Dia lupa kalau bersama kita beriringan menentang badai
Kala kita tak sanggup beli sejumput ikan tuk mengisi kuali





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Effects of incubation condition on the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus



Effects of incubation condition on the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus
  (Pengaruh kondisi inkubasi terhadap sifat pertumbuhan dan produksi eksopolisakarida oleh Lactobacillus delbruesckii subsp. bulgaricus ropi)

Ratmawati Malaka· and Effendi Abustam·

ABSTRACT


            A study was conducted to exam the effects incubation condition on the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Temperature and time of incubation defined as incubation condition, which are independent variables and EPS production, lactic acid and pH as dependent variables.
Ropy strains of Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, were grown in 10% of Reconstitution Skim Milk (RSM) medium, produces exopolysaccharides (EPS) during the early stationary phase of growth.  Temperature and incubation time affected the EPS production and growth characteristics.  The optimal exopolysaccharide production was at 30oC for 16 h of incubation time.
(Key words :  Exopolysaccharide, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus)

 

ABSTRAK


            Suatu penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh kondisi inkubasi terhadap karakteristik pertumbuhan dan produksi EPS oleh Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Temperatur dan waktu inkubasi didefinisikan sebagai kondisi inkubasi yang merupakan faktor bebas dan produksi EPS, asam laktat dan pH sebagai faktor dependen.
            Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus strain ropi yang ditumbuhkan dalam medium susu skim rekonstitusi (SSR) 10% menghasilkan EPS pada fase awal stasioner dalam pertumbuhan.  Suhu dan waktu inkubasi mempengaruhi produksi EPS dan karakteristik pertumbuhan.  Produksi polisakarida optimal pada suhu 30oC selama waktu inkubasi 16 jam.
(Kata kunci : Eksopolisakarida, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus)


INTRODUCTION


            The effect of environmental condition on the exopolysaccharide (EPS) production by lactic acid bacteria has mainly been studied in thermophilic species of technological interest.  This type of polymers prevents the “wheying-off” and improves the texture of the final product of fermented milk (Mozzi et al., 1994).   The most mucoid microorganisms produce EPS under all growth conditions, but production is maximal under particular growth conditions on a defined medium (Ganzel and Novel, 1994).  All parameters increasing and decreasing growth rates influence the extracellular concentration of EPS precursors and therefore EPS synthesis. 
Growth temperature can also affect the synthesis of EPS.  Several reports informed that low temperatures markedly induced slime production of yoghurt culture and other microorganisms (Schellhaass, 1983; Mozzi et al., 1995; Van den Berg et al., 1995).  However, most investigators reported that EPS production was effective in high temperature (Garcia-Garibay and Marshall, 1991; Grobben et al., 1995).
Little information, however, exists in relation to Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus culture incubation condition that affecting the ability of the organism to produce EPS and relation to its growth characteristics.  The present work was to study the influence of the temperature and incubation time on the EPS production and growth characteristics of ropy Lb. delbrueckii subsp. bulgaricus.

MATERIALS AND METHODS


Bacterial and Media 

Ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus used in this study was obtained from the collection of the Microbiology of Biotechnology Agriculture Laboratory, Research Center of Hasanuddin University, cultured from March to November 2003.  Stock culture was kept in 10% sterile skim milk reconstitution (SMR) at –20oC.  Bromochresolpurple Agar and Skim Milk Agar was chosen to estimate the total number of bacteria.  SMR 10% was used as growth medium for EPS production.

Culture Conditions

            Lb. delbrueckii subsp bulgaricus with ropy strain was grown in 10% SMR sterilized at 115oC for 15 min, using 1% (v/v) inoculums and 16 h of incubation at 37oC.  Each culture was sub cultured at least 3 times prior the experiment.  Fermentations were performed in erlenmeyer containing 200 ml of 10% SMR, incubated at 20°, 25°, 30°, 35° and 40°C for 8, 10, 12, 14 and 16 h.  Samples were taken after the incubation period and cooled in cold water before assayed.

Growth characteristics determination

            The cell viability was determined by the plate dilution method using Bromochresolpurple Agar (BCPA).  Serial dilutions of each sample were plated in duplicate and the plates were incubated at 37°C for 48 h.  Results were expressed as colony forming units (cfu/ml).
            Titratable acidity, expressed as lactic acid percentage, was measured according to Marshall (1993).  The pH value was measured by using pH-meter.

EPS isolation

The EPS obtained from the cell free supernatants of broth cultures (6000 rpm, 10 min) were precipitated at 4oC for 24 h with 2 volumes of cold 95% ethanol.  The precipitates were dialyzed against distilled water at 4oC during 24 h in order to eliminate residual sugars from the culture medium, and then freeze-dried and stored at 4oC.  The EPS production was expressed as mg/l (Mozzi et al., 1994).

 

Experimental Design

            The research was arranged as a Completely Randomized Design (CRD) with Factorial Model of 5 x 5 and 5 replications.  The first factor was incubation time and second factor was incubation temperature. Data were analyzed by using the General Linear Model Multivariate Analysis.

RESULT AND DISCUSSION


The means of the EPS production, pH and lactic acid based on the temperature and time of incubation are shown in Table 1.
            The effect of temperature and incubation time on the EPS production of Lactobacillus bulgaricus in 10% skim milk reconstitution is shown in Table 1 and Fig. 1.  The temperature and time of incubation were significantly affecting EPS production.  Incubation temperature in 30oC had a higher significantly EPS production than another temperatures.  While EPS production incubated at 16 h was higher significantly than anothers time of incubation.  Fig. 1 is shown that, after incubation for 8 h a good EPS production was observed at 30oC.   This microorganism


Table 1.  The means of the EPS production, pH and lactic acid based on the temperature and time of incubation
Incubation Condition
Traits
EPS (mg/l)
pH
Lactic Acid (%)
Incubation Temperature (0C)
20
25
30
35
40

  24.00a
109.96b
236.68c
  49.44d
  44.48d

5.38a
5.00b
4.84b
4.00c
4.50d

0.5072a
0.4886a
0.5134a
1.1171b
0.9626c
Incubation Time (h)
 8
10
12
14
16

  44.20a
  54.96a
  90.72b
129.60c
149.08c

4.97a
 4.83ab
 4.77ab
 4.64bc
4.50c

0.5665a
0.6453b
0.7132c
0.8048d
0.8591e
The values with different superscripts in the same traits and incubation conditions are significant different

could produce EPS of 359,96 mg/l when incubated at this temperature for 16 h incubation time, while a low production occurred in another incubation temperature.  The EPS synthesis slowed down when increasing the temperature from 37oC to 42oC was found by Mozzi et al. (1995) who used L. delbrueckii ssp. bulgaricus.  These results are in disagreement with those of Garcia-Garibay and Marshall (1991), who found that the maximal synthesis of polymers by L. delbrueckii ssp. bulgaricus occurred at 45oC.

Fig. 1.  Effect of incubation condition on EPS production by ropy strain Lactobacillus delbrueckii subsp.  bulgaricus in 10% reconstitution skim milk.

            The kinetics of EPS production by L. bulgaricus was determined at 25oC and 30oC.  No EPS was produced during the exponential growth phase (0 – 6 h).  The EPS was produced thereafter to reach an early stationary phase between 12 – 16 h (Fig. 2).  This result was similar with Ganzel and Novel (1994) experiment  that the maximum EPS production was found between 14 – 18 h.  Polysaccharide production was higher at temperatures unfavorable for growth and followed by chilling at 5oC (unpublished data).  Cerning (1990) reviewed that the EPS production has often been found to be greater at lower growth temperatures.  If the cells are growing more slowly, then wall polymer formation will be slower, thereby making more isoprenoid phosphate available for EPS synthesis.


Fig. 2.  Effect of incubation condition on cell viability of  ropy strain
 Lactobacillus  delbrueckii subsp. bulgaricus in 10% reconstitution skim milk.

            Cell viability (CFU/ml) increased at increasing incubation time until 16 h for all incubation temperature, however, at 40oC the total of CFU was reached the highest (9,224 log CFU), it indicated that the growth phase was an early stationary phase. 
Incubation time is essential for EPS production.  Mozzi et al. (1996) found that lengthening the incubation time up to 72 h at 30oC decreased EPS production.  This might be due to the activation of certain hydrolyzing agents such as glucohydrolases that capable to degrade the polysaccharide.  Polymer degradation by these enzymes has also been reported by other investigators.  Pham et al.  (2000) also found that maximum EPS production by Lactobacillus rhamnosus R was observed in 24 h of incubation time at 37oC. 
            As shown in Table 1, the lactec acid and pH were significantly affected by temperature and time of incubation, respectively. Lactic acid production in incubation time at 35 and 40oC were high significantly than that at 20, 25 and 30oC. Incubation time at 16 h had a higher significantly lactic acid production with compared the an others incubation time.
            The results of lactic acid production and pH growth are shown in Fig. 3 and 4.  The lactic acid production and pH, however, showed a temperature dependency; lactic acid synthesis increased at increasing temperature, while pH decreased at increasing temperature and incubation time.  Lactic acid production by L. bulgaricus increased from 0,96 (8 h) to 1,22 % (16 h), and indicated that the optimum growth temperature of these bacteria ranged between 35 – 40oC.  The lower pH value was reached at 35oC for 16 h of incubation time (3,479).


Fig. 3.  Effect of incubation condition on growth of pH by ropy strain
Lactobacillus delbrueckii subsp.  bulgaricus in 10% reconstitution skim
milk.

Fig. 4.  Effect of incubation condition on growth of % lactic acid by ropy strain
Lactobacillus  delbrueckii subsp. bulgaricus in 10% reconstitution skim
            milk.


CONCLUSIONS


            Starters for the dairy industry containing ropy strains are available, because they are essential for proper consistence of fermented milks and yoghurt.  Incubation temperature and time of incubation affected the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.  The temperature of 30oC for 16 h produced higher EPS than another incubation condition, while highest growth characteristics (cell viability, % lactic acid) were obtained in incubation temperature at 35oC and lowest at 20 to 25oC.

ACKNOWLEDGEMENTS


            We thank the Director of Research Center Hasanuddin University for facilitating us the equipment for this study, Is Suryanti and Fatma Mahruddin for technical assistance.  This work was financially supported by Hibah Bersaing DIKTI DEPDIKNAS Jakarta.


REFERENCES

Cerning, J.  1990. Exocellular polysaccharides produced by lactic acid bacteria.  FEMS Microbiology Reviews 87 : 113 – 130.

Ganzel, F. and G. Novel.  1994.  Exopolysaccharide production by Streptococcus salivarius ssp. thermophilus cultures. 1. Conditions of production.  J. Dairy Sci. 77 : 685-688.

Garcia-Garibay, M. and V.M.E. Marshall.  1991.  Polymer production by Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus.  J. of Applied Bacteriol.  70 : 325 – 328.

Grobben, G.J., J. Sikkema, M.R. Smith and J.A.M. de Bont.  1995.  Production of extracellular polysaccharides by Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus NCFB 2772 grown in a chemically defined medium.  J. Appl.  Bacteriol. 79: 103 – 107.

Marshall, R.T.  1993.  Standard Methods for the Examination of Dairy Products.  16th edition.  American Public Health Association.  United States of America.

Mozzi, F., G.S. de Giori, G. Oliver, and G.F de Valdez.  1994.  Effect of culture pH on the growth characteristics and polysaccharide production by Lactobacillus casei.  Milchwissenschaft 49 (12) : 667 – 670.

Mozzi, F., G.S. de Giori, G. Oliver, and G.F de Valdez.  1995. Influence of temperature on the production of exopolysaccharides by thermophilic lactic acid bacteria.  Milchwissenschaft 50 (2) : 80-82.

Mozzi, F., G.S. de Giori, G. Oliver, and G.F de Valdez.  1996.  Exopolysaccharide production by Lactobacillus casei in milk under different growth conditions.  Milchwissenshaft. 51 (12) : 670 – 673.

Pham, P.L., I. Dupont, D. Roy, G. Lapointe, and J. Cerning.  2000.  Production of exopolysaccharide by Lactobacillus rhamnosus R and analysis of its enzymatic degradation during prolonged fermentation.  Appl. Environ. Microbiol. 66(6): 2302 – 2310.   (diakses 25 Agustus 2003 pada situs  http://aem.asm.org/cgi/content/full/66/6/2302).

Schellhaass, S.M.  1983.  Characterization of Exocellular Slime Produced by Bacterial Starter Cultures Used in the Manufacture of Fermented Dairy Products.  Ph.D Dissertation.  University Microfilms International, Uni. Of Minnesota.

Van den Berg, D.J.C., G.W. Robijn, A.C. Janssen, M.L.F. Giuseppin, R. Vreeker, J.P. Kamerling, J.F.G. Vliegenthart, A.M. Ledeboer and C.T. Verrips.  1995.  Production of a novel extracellular polysaccharide by Lactobacillus sake 0-1 and characterization of the polysaccharide.  Appl. Environ. Microbiol. 61:  2840 – 2844



· Laboratory of Animal Product Technology, Faculty of Animal Husbandry, Hasanuddin University, Makassar Indonesia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Catatan Untuk Annisa (Hanif Uswah Hasanah Sudirman)




Cermin

Catatan untuk Annisa


Hanif Uzwa Hasanah Sudirman
Murid SD Arrahmah Tamalanrea

16 Juni
            Cuaca teramat dingin, entah mengapa pagi ini angin bertiup kencang, daun-daun berguguran.  Kaca jendela di kelasku berderik-derik, debu di luar sana beterbangan.  Ibu guru menutup gorden jendela untuk mengalihkan perhatian murid kembali ke pelajaran, tidak terganggu dengan cuaca yang kurang bersahabat.  Sejak aku sekolah di SD ini, baru kali ini aku merasa sangat tegang, akan ada ujian matematika dan bahasa Inggeris, dan aku tak ada persiapan sama sekali.  Tadi malam kakak-kakakku yang semuanya laki-laki tiga orang itu mengajakku nonton bola di TV, piala dunia, sampai aku lupa akan ada ujian besoknya.  Annisa teman sebangkuku juga mengalami hal yang sama, dia tak siap, tapi dia cuek saja, sudah biasa dia mendapatkan angka merah, sehingga baginya angka merah atau  hitam sama saja.  Juga dia sudah biasa mendapatkan ejekan dari Clara dan Titin, teman sekelas kami yang paling sombong.
” Hei, teman-teman tau tidak, annisa itu tidak tau bahasa Indonesianya Sugar.  Pasti nilai bahasa Inggerisnya Nol.  Matematikanya nilainya tumben bagus ya dapat 75.  Tapi aku kan dapat 95.” Teriak Clara di depan kelas.
Annisa cuma diam, dan aku tahu Annisa sebenarnya sedih selalu dikerjai sama Clara.  Annisa temanku yang setiap malam harus membantu ibunya bikin kue untuk menghidupi keluarga mereka.  Ayahnya telah meninggal satu tahun yang lalu.  Sejak itu dia selalu mengantuk setiap kali belajar di kelas, sehingga kadang pelajaran tak dia perdulikan atau tak dia dengarkan.  PR-pun kadang tak dia kerjakan, dan aku menjadi kehilangan keceriaan seorang sahabat.
” Nilai Annisa bagus kok, aku saja cuma dapat matematika 60” hibur Tatik sama Annisa.
” Nggak usah peduli apa kata Clara Nis, yang penting semangat, ayo kita belajar lebih giat” Kataku sama Annisa saat jam istirahat.
” Hari ini angin kencang banget ya ? Aku khawatir kue ibuku tak laku Caca.” Annisa terlihat sangat gundah, merunduk hampir mengeluarkan air mata.  Aku Cuma terpaku, manakala itu terjadi pada diriku akupun pasti sedih. Kalau aku jadi Annisa pasti aku merasakan hal yang sama.
” Berdoa saja Nis, sekarang yang penting ayo kita belajar Bahasa Inggeris, satu jam lagi ujian, kita baca saja kisi-kisi yang diberikan ibu Amalia.” Kataku mengalihkan perhatian Annisa. 
Bel tanda masuk kemudian berbunyi.  Kring, kring, kring.  ”Semua anak-anak masuk ke kelas masing-masing” Kata bu Darla, kepala sekolah.
” iya bu” anak-anak kelas lima ibnu batutah berteriak ceria.  Aku, Annisa menuju ke bangku dengan hati berdebar-debar.  Ujian Bahasa Inggeris akan dimulai dan aku sangat takut tidak lulus.  Pasti kakak-kakakku meledekku kalau remedial.  Ibuku akan tertawa karena dia tau aku memang sangat malas belajar, ibu selalu bilang yang paling mudah untuk menidurkanku adalah kalau aku pegang buku.  Bapak akan marah, karena aku sudah dikursuskan khusus Bahasa Inggeris di LIA, tapi tetap saja masih remedial.  Annisa nampaknya sudah lebih siap.  Menurutku Annisa itu sebenarnya sangat luar biasa pintar, dia sangat cepat menghapal.  Kalau saja dia punya waktu banyak untuk belajar, pasti nilainya melebihi Clara yang sombong itu.
” Sekarang ujian Bahasa Inggeris, semua buku disimpan di laci, dan jawab dengan cepat, waktunya 30 menit” Kata ibu Amalia.
Aku sudah mulai mengerjakan soal, untung saya baca kisi-kisi, 80% ujian dari kisi-kisi.  Sayangnya aku sangat sulit menghafal sehingga tidak semua soal bisa kujawab dengan baik.  Aku sempat melirik Annisa di sampingku.  Kelihatannya dia sangat tenang dan dia menulis terus, aku yakin dia akan menjawab semua soal dengan mudah karena otaknya sangat cemerlang.  Titin kelihatannya sangat gelisah, dia cuma merapikan mejanya yang berantakan bekas guntingan kertas.  Clara juga nampaknya dahinya berkerut-kerut, mungkin dia tidak baca kisi-kisi, karena dia merasa sangat pintar bahasa Inggeris.
” Susah ya ujiannya? Aku paling dapat 60, yang penting jangan remedial.  Aku ingin tau nilai Annisa, kamu mungkin dapat nol ya?  Aku saja jawab soalnya mikir setengah mati” Kata Clara dan Titin.  Aku dan Annisa cuma diam.  Kami pulang ke rumah yang tidak terlalu jauh dari rumah dengan naik sepeda.  Annisa tinggal di ujung gang dan aku di sudut jalan.  Kami janjian besok ketemu di sekolah.  Ya Allah, mudah-mudahan Annisa besok datang ke sekolah lebih ceria, dia tidak lagi memikirkan jualan kue ibunya karena angin atau hujan, doaku dalam hati.  

18 Juni
Hari ini, cuaca cukup cerah.  Aku mengayuh sepedaku cukup kencang karena waktu bel tanda masuk tinggal 10 menit.  Rumahku memang dekat dari sekolah, jadi sering aku santai saja, meski ibuku sering mengomel karena dikiranya aku akan terlambat lagi.  Annisa sangat rajin, dia biasanya pagi-pagi sekali sudah ada di kelas membaca buku dan menghafal juz-amma.  Benar saja, pas sampai dan kuparkir sepedaku di halaman masjid depan sekolahku, bel berbunyi.  Aku sedikit kuatir, hari ini hasil ujian bahasa Inggeris kemarin mau dibagikan.
” Ah ... aku ingin melihat nilai Annisa, mulutku sudah gatal mau ketawa, Nis lihat dong nilainya” Kata Clara sama Titin hampir bersamaan.
” Ini.....liat saja.” kata Annisa senang karena nilainya 95.
” Apa .... nilaimu lebih tinggi dari aku ? Tidak mungkin”.  Kata Titin tidak percaya.
” Mungkin kamu nyontek ya, jujur saja ayo bilang, atau mungkin bu guru salah memberi nilai ?” Kata Clara marah.  Annisa berlari sedih, tapi dia ingat nasehat ibunya untuk selalu tegar menghadapi sesuatu. ” Aku tidak boleh sedih, yang dikatakan orang tidak perlu dipikirkan, kalau kita melakukan hal yang benar.” Annisa semangat lagi, sambil melap air matanya dia kembali ke kelasnya.
” Nis kenapa kamu sedih” tanyaku
” Ah tidak, aku cuma ngantuk” kata Annisa mencoba menghindari kesedihan. Aku tahu Annisa tidak ingin aku turut sedih dan marah pada Clara dan Titin.  Kami bermain lagi dan seolah kejadian yang menyedihkan terbang entah kemana.  Besok akan ujian sains, jadi kami harus menyiapkan diri belajar lebih baik.  Aku janjian sama Annisa untuk belajar lebih giat agar nilai kami lebih bagus sehingga Titin dan Clara tidak lagi berkelakuan sombong dan menyolok-nyolok.  ..........  



19 Juni
Benar saja, nilai ujian Bahasa Inggeris Annisa yang dibagikan ibu guru Amalia hari ini merupakan nilai tertinggi di kelas.  Aku juga senang, paling tidak aku tidak remedial.  Titin dan Clara rupanya harus remedial.  Dari tadi pagi mukanya murung, tak berani lagi mengolok Annisa. Annisa kelihatan senang, tapi dia juga sedih karena beberapa teman kami harus remedial. 
“ Selamat ya Annisa ?” ucapku memeluknya.
“ Terima kasih Caca, engkau sahabat sejatiku, selalu memberiku semangat” Kata Annisa berkaca-kaca.  Teman-teman lainnya juga mengucapkan selamat sama Annisa. 
Aku mendekati Titin dan Clara. 
“ Tin, Clara .......berbesarhatilah untuk ucapkan selamat pada Annisa, bukankah kita bisa bahagia kalau kita bisa bahagiakan orang lain? Itu yang diajarkan Bu Amalia, bukan ?
“ Tapi Ca, kami sudah banyak salah pada Annisa, apa dia mau maafkan kami ?
” Pastilah, Nisa kan hatinya emas, yakin deh, ayolah sama-sama ...!”
Dengan malu-malu Titin dan Clara mendekati Annisa.  
” Maaf ya Nis, selamat ya, kamu nilainya bagus sekali.  Mulai sekarang kita sahabatan ya!” Kami sekelas menari-nari sambil berteriak ” yes, yes, yes Allahu Akbar”.
           
                                                                                    Tamalanrea, September 2010
 Di muat di harian Fajar, September 2010

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS