EKSOPOLISAKARIDA BAKTERI STARTER KULTUR SUSU FERMENTASI SEBAGAI SUMBER POLISAKARIDA HARAPAN DI MASA DEPAN”


EKSOPOLISAKARIDA BAKTERI STARTER KULTUR SUSU FERMENTASI SEBAGAI SUMBER POLISAKARIDA HARAPAN DI MASA DEPAN” 

RATMAWATI MALAKA

BISMILLAHI RAHMANIRRAHIM
Assalamu Alaikum Warahmatullahi. Wabarakatuh.
Segala Puji bagi Allah Tuhan semesta Alam.  Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah s.a.w, seluruh keluarganya, para sahabatnya dan siapa saja yang mengikutinya.

Yang terhormat,
Bapak Rektor Universitas Hasanuddin
Sekretaris dan Anggota Senat, Guru Besar Universitas Hasanuddin,
Ketua, Sekretaris, dan anggota Dewan Guru Besar Universitas Hasanuddin,
Para Wakil Rektor, Direktur PPS, Dekan, Wakil Dekan dan para dosen Universitas Hasanuddin,
Para Ketua Lembaga dalam lingkungan Universitas Hasanuddin,
Seluruh teman dosen dan sivitas akademika Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Para Undangan, serta Hadirin yang saya muliakan.

            Hari yang sangat indah, cita-cita luhur dari seorang manusia yang selalu takut akan murka Allah apabila melakukan kesalahan, dengan penuh harap dan doa dari semua pihak, dengan rasa persahabatan sambil bertobat dan beristigfar, dengan rasa bakti kepada orang-tua, suami, para guru yang telah berjasa dalam kehidupan, dengan rasa cinta dan setia pada anak, sahabat dan keluarga, tidak ada daya dan upaya selain hanya atas kekuasaan Allah semata.
            Dengan Fuji syukur yang teramat dalam kami panjatkan ke haribaan Allah SWT, Saat ini saya diberi kekuatan oleh Allah untuk membawakan orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan Guru Besar saya dengan judul:

“EKSOPOLISAKARIDA BAKTERI STARTER KULTUR SUSU FERMENTASI SEBAGAI SUMBER POLISAKARIDA HARAPAN DI MASA DEPAN”


Pendahuluan

Bapak Rektor, para Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati!

Sesungguhnya dalam Al-Quran telah menjadi pelajaran yang perlu kita jadikan petunjuk untuk mencari ilmu Allah yang luasnya seperti lautan tak terbatas, sedangkan ilmu yang dimiliki manusia hanya laksana setetes air dari ujung jari yang menetes di atas lautan tersebut. 

Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu.  Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya berupa susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya (Q- An-Nahl 66)

Susu yang berasal dari ternak menjadi salah satu hasil ternak yang perlu kita pikirkan akan pemanfaatannya secara menyeluruh untuk seluruh umat manusia, mulai dari bayi sampai usia lanjut.  Allah s.a.w telah menyatakan bahwa susu merupakan minuman yang bersih yang dikeluarkan dari perut hewan dari saluran pencernaan yang diserap ke dalam darah dan ditransfer ke dalam ambing ternak.  Sejatinya susu sama sekali tidak mengandung mikroorganisme kalau saja proses pemerahan dan ambing selalu dijaga secara higienis.  Namun proses ini hampir tak mungkin terjadi karena lingkungan tak ada yang steril, apalagi struktur ambing yang mempunyai lubang puting yang cukup besar untuk dimasuki mikroorganisme khususnya mikroorganisme yang memang menyukai susu sebagai media pertumbuhannya, seperti Bakteri Asam Laktat (BAL).  Secara alami  BAL selalu ditemukan dalam susu sehingga kemudian beberapa diantaranya dijadikan sebagai starter kultur untuk pembuatan susu fermentasi. Salah satu contohnya adalah Lactobacillus debrueckii subsp. bulgaricus, atau umumnya disebut saja Lb. bulgaricus. Mikroorganisme yang ada dalam susu fermentasi khususnya yogurt pertama kali diobservasi tahun 1905 dan tahun 1910 pertama kali teori tentang ingesti bakteri asam laktat yang dinamakan Bulgarian bacillus (belakangan disebut Lactobacillus bulgaricus) mulai populer yaitu adanya bakteri ini dalam yoghurt menyebabkan penghambatan pertumbuhan organisme putrefaktif dalam usus.  Bakteri asam laktat ini dapat bertahan dalam usus dan selanjutnya mempunyai peranan terapiotika.  Oleh sebab itu bakteri ini kemudian dijadikan sebagai salah satu bakteri starter kultur untuk susu fermentasi secara komersial (Tamime dan Robinson, 1985).
Lactobacillus bulgaricus secara luas digunakan dalam produksi susu fermentasi seperti yoghurt, keju dan krim disebabkan sifat-sifatnya yang menguntungkan secara teknologi, nutrisi dan khususnya terhadap kesehatan (Stanson et al., 2001).  Dalam teknologi persusuan istilah kultur ropy yang banyak digunakan untuk susu fermentasi adalah kultur yang memproduksi eksopolisakarida (EPS)  atau disebut juga polisakarida ektraseluler.  Kultur ini banyak digunakan untuk susu fermentasi karena meningkatkan kualitas produk yaitu meningkatkan viskositas dan mengurangi sineresis (Teggatz dan Morris, 1990;) dan juga meningkatkan sifat rheologi, tekstur dan cita rasa (Sikkema dan Oda, 1998; Hess, Roberts dan Ziegler, 1997; Rawson dan Marshall, 1997); juga telah digunakan untuk meningkatkan sifat fungsional keju Mozzarella dan yoghurt (Hassan et al., 1996; Duboc and Mollet, 2001; Broadbent et al., 2001).  Eksopolisakarida adalah nama umum untuk semua bentuk polisakarida bakteri yang ditemukan di luar dinding sel bakteri atau jamur  (Sutherland, 1977; Malaka, 1997). Mikroorganisme ciptaan Allah ini dalam menghasilkan polisakarida menyerupai biosintesis sel tingkat tinggi.  Pembentukan polisakarida merupakan mekanisme untuk penyimpanan karbon atau energi dalam bentuk polimerik. 
            Sejumlah sel   mensintesa polisakarida yang diletakkan di luar dari dinding sel atau disekresikan ke lingkungan yang ditempatinya dalam bentuk lendir (slime), mikrokapsul atau kapsul.  Sedang yang dimaksud dengan ropy adalah sifat bakteri yang bertendensi menghasilkan lendir (slime) yang merupakan polisakarida (Broadbent et al., 2003).
           
Eksopolisakarida Bakteri Starter Kultur Susu Fermentasi
           
Hadirin yang saya hormati!

            Sesungguhnya perkembangan manusia yang semakin pesat dan semakin terbatasnya lahan untuk bercocok tanam memaksa para ilmuan di bidang mikrobiologi pangan mencoba mengeksplorasi berbagai kemungkinan manfaat yang bisa diambil dari mikroba sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah S.W.T. Eksopolisakarida yang dihasilkan oleh starter susu fermentasi ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan EPS dari mikroba lainnya.  Hal ini disebabkan karena :
  1. EPS lebih aman karena kemungkinan tercemar oleh toksin mikroba akan terjamin karena starter kultur susu fermentasi tidak patogen.
  2. Pemeliharaan lebih mudah karena media tumbuhnya bisa menggunakan susu sebagai media alami dari kultur laktat.
  3. Bisa diproduksi secara skala komersial dengan memanfaatkan limbah susu seperti whey (Malaka, 2005)
           
Isolasi atau ektraksi EPS dari sel bakteri tidak menyalahi secara etika, karena berdasarkan hasil penelitian para ilmuwan bahwa EPS bukan zat yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri.  EPS hanya merupakan produk metabolit sekunder yang dikeluarkan saat lingkungan pertumbuhannya kurang menguntungkan.  Pada strain bakteri yang bersifat non-mukoid yaitu yang tidak mampu membentuk EPS secara spontan dapat menjadi bersifat mukoid dalam kondisi tertentu.  Kapsul atau lendir EPS ini dapat dikeluarkan secara fisik ataupun enzimatik tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri, sehingga tidak menyebabkan sel mikroba mati.  Selanjutnya dengan proses inkubasi maka sel bakteri tersebut dapat mensintesa kembali polisakarida baru.
 
            Mikrobiologi industri menjadi tertarik dalam penelitian produksi EPS disebabkan EPS merupakan polisakarida yang baru, yang dapat merupakan polisakarida masa depan.  Pemanfaatan mikroorganisme untuk memproduksi polisakarida dalam segi ekonomi akan sangat menguntungkan melebihi dari polisakarida tanaman atau dari rumput laut (Malaka, 1997; Malaka, 2005; Malaka et al., 2005).  Hal ini disebabkan untuk memproduksi polisakarida ini tidak memerlukan lahan yang luas dan dapat diproduksi terus-menerus dengan bioreaktor.

EPS Dalam industri Pangan
Para hadirin yang berbahagia.
Produksi eksopolisakarida yang pertama kali diisolasi oleh Harada tahun 1966 baru dipatenkan tahun 1970 (Harada et al., 1987) dan komersial pada tahun 90-an  dengan nama generik `Curdlan` yang telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang baik sebagai food additive, sumber polisakarida baru/ makanan baru dan juga telah menjadi obyek penelitian dalam bidang farmasi dan kedokteran (Malaka, 1997). 
Pada prinsipnya EPS bakteri secara fisik sama dengan polisakarida tanaman. Sebagai contoh EPS Curdlan merupakan glukan dengan ikatan  β-D-(1-3) glukosida dengan bentuk powder putih, tidak larut dalam air tetapi mengembang dalam air hangat.  EPS ini larut dalam larutan alkali dan membentuk gel ketika dipanaskan dengan temperatur tinggi dan membentuk gel yang lembek ketika dipanaskan dengan suhu 55oC  dan mengeras ketika didinginkan. EPS dapat meningkatkan tekstur berbagai macam produk makanan seperti tahu (tofu), jelly pasta kacang manis (yokan), pasta ikan  (kamaboko), mi Jepang (udon), sosis, jelly, selei dan sebagainya.
Bakteri eksopolisakarida mencakup beberapa klas polisakarida.  Beberapa diantaranya menyerupai bentuk polisakarida tanaman seperti amilosa, amilopektin, selulosa dan algin.  Hal lainnya seperti polisakarida asal hewan yaitu glikogen dan asam hialuronat.  Sebagian besar polisakarida bakteri bersifat unik (Malaka, 1997).  Sutherland (1977) membagi EPS menjadi dua kelompok besar berdasarkan komposisi kimianya dan mekanisme sintetisnya yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida.  Homopolisakarida adalah polimer yang terdiri dari satu macam monosakarida misalnya glukosa atau fruktosa saja.     Tipe polimer EPS ini dapat mempunyai rantai lurus atau cabang.  Contoh EPS homopolisakarida adalah Dextran, Levans  Curdlan dan Pullulans.
Dextran yaitu EPS dengan rantai lurus yang panjang dari unit dasar glukosa dan mengandung cabang. EPS tersebut dapat diekstraksi dari Leuconostoc dextranicum, Streptococcus viridans, Streptococcus mutans dan Leuconostoc mesenteroides. Levans adalah EPS homopolisakarisa dengan ikatan β(1-4) fruktosa dengan berat molekul lebih dari 1 juta Dalton dan diektraksi dari Streptococcus salivarius.  EPS ini juga telah diisolasi dari bakteri Gram-negatif seperti Pseudomonas, Xanthomonas, Enterobacter dan Acetobacter. Curdlan adalah homopolisakarida yang dihasilkan dari Alcaligenes faecalis var. myxogenes yang komposisinya merupakan rantai glukosa dengan ikatan b(1,3)-D-glukosa.  Pullulans adalah EPS dari Aurebasidium pullulan berupa ikatan linier α(1-6) maltotriosil (Malaka, 1997; Malaka, 2005)
Heteropolisakarida adalah polisakarida yang biasanya mengandung 2-4 macam monosakarida seperti glukosa, galaktosa, mannosa, fruktosa dan rhamnosa.  Sintesa heteropolisakarida berbeda dengan homopolisakarida, yaitu polimer ini diproduksi pada membran sitoplasma dengan memanfaatkan prekursor yang dibentuk dalam sel.  Gula nukleotida berperanan penting dalam sintesa heteropolisakarida yang kemudian dikonversi sebagaimana halnya dalam polimerisasi monosakarida.
 Contoh EPS heteropolisakarida adalah EPS bakteri asam laktat.     Eksopolisakarida bakteri asam laktat merupakan heteropolisakarida dengan rantai lurus dan bercabang yang merupakan unit berulang dari tetra-heptasakarida.  Berat molekul EPS adalah sekitar 1 X 106 – 2 x 106 Da yang merupakan polimerisasi beberapa ratus sampai beberapa ribu tetra-heptasakarida (Petry et al., 2000).  EPS dari Lb. Bulgaricus strain ropy merupakan serbuk putih dengan komposisi glukosa : glukosa : galaktosa dan lainnya dengan perbandingan masing-masing 7,3 : 7,9 : 1 : 3,1 (Malaka, 2005). Eksopolisakarida Streptococcus thermophilus berupa heteropolisakarida yang komposisi utamanya adalah galaktosa, glukosa dan rhamnosa (Broadbent dan Low, 1997).
           
Biosintesa EPS
Hadirin yang diberkati Allah S A W.
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa sintesis EPS dalam media nutrient menunjukkan bahwa polimer ini secara kontinyu dieksresikan beberapa saat setelah pertumbuhan dan saat pembelahan sel berhenti.  Di bawah kondisi optimal, sekitar 0,75 % karbohidrat dikonversi menjadi EPS tiap jam.  Selanjutnya 0,25% glukosa dimanfaatkan untuk membentuk intraseluler polisakarida (glikogen).  Kecepatan konversi yang tinggi hanya diperoleh dalam suspensi sel yang diaerasi dengan pemanfaatan karbohidrat yang maksimal dengan adanya ion-ion K+, Mg 2+, dan Ca2+.  Penurunan yang terbesar pada level ini diikuti oleh pengeluaran oksigen atau penghilangan K+. Produksi EPS sangat sedikit pada fase logaritma  (Sutherland, 1977).    
EPS disintesa dalam fase-fase pertumbuhan yang berbeda dengan kondisi yang bervariasi tergantung dari jenis mikroorganismenya.  Proses sintesa dapat dibagi menjadi dua prinsip dasar yaitu tempat sintesa dan prekursor alami misalnya sintesa di luar dinding sel atau pada membran sel.  Sintesa heteropolisakarida berbeda dengan sintesa monosakarida yang disintesa pada membran sitoplasma dengan memanfaatkan prekursor yang terbentuk intraselular.  Gula nukleotida berperanan penting dalam sintesa heteropolisakarida sehingga peranannya dalam interkonversi monosakarida atau disakarida (gula) sebaik aktivasi gula yang dibutuhkan untuk polimerisasi monosakarida menjadi polisakarida (Cerning, 1990). 
Heteropolisakarida disintesa dengan prekursor polimerisase yang dibentuk dalam sel sitoplasma.  Dalam hal ini gula nukleotida  berperanan penting untuk pembawa isoprenoid lipida yang berlokasi dalam membran sitoplasma.  Pembawa lipida berperanan juga dalam sintesis lipopolisakarida dinding sel, peptidoglikan dan asam teikoat, juga berkompetisi dalam komponen membran terfasilitasi selama fase pertumbuhan yang berbeda.  Kompetisi ini mungkin dapat dijelaskan  sebagai munculnya eksopolimer dan kapsul selama fase pertumbuhan dengan kondisi yang berbeda (Marshall et al., 1995). Beberapa enzim pada metabolisme karbohidrat adalah essensial pada pembentukan EPS.  Lipida isoprenoid atau lipida pembawa glikosil juga membutuhkan sejumlah enzim.

Produksi EPS oleh Bakteri Starter kultur

Hadirin yang berbahagia.
Lingkungan pertumbuhan adalah sangat penting untuk produksi EPS oleh bakteri starter kultur.  Dalam media yang diketahui komposisinya (terdefenisi), produksi EPS distimulasi oleh terbatasnya nutrien.  Tetapi dengan terbatasnya sumber karbon dan energi  dapat menghasilkan produksi EPS yang minimal, sehingga karbohidrat tetap penting dalam biosintesa EPS. 
Gibbs dan Seviour (1992) membuat desain bioreaktor untuk produksi EPS dari Aureobasidium pullulans dengan model sentrifugasi bioreaktor.  Sedang Lawford dan Rousseau (1991) membuat desain bioreaktor dengan sistim agitasi dan aerasi dalam erlenmeyer 500 ml.  Dengan demikian untuk produksi EPS dapat dibuat secara terus-menerus dalam skala industri pada lahan yang terbatas.  Oleh sebab itu diyakini oleh para peneliti bahwa EPS sangat potensial dikembangkan dimasa depan sebagai polisakaria harapan manakala sumber karbohidarat tanaman sudah semakin terbatas (Cerning, 1990; Mozzi, 1995c; Mozzi et al., 1996).
Produksi EPS dipengaruhi oleh beberapa kondisi, seperti medium pertumbuhan, waktu inkubasi, temperatur inkubasi dan lain-lain.  Disamping itu Jumlah EPS yang diproduksi oleh spesies bakteri asam laktat yang berbeda adalah umumnya disebabkan oleh sifat bawaan/ genetik (Mozzi et al., 1996). 
Beberapa perbedaan dalam komposisi EPS yang telah dilaporkan oleh kalangan peneliti mungkin disebabkan oleh terbatasnya kemampuan membedakan antara intrasellular, kapsul polisakarida dan EPS.  Sebagai contoh, Toba et al., (1991) melakukan penelitian mengeluarkan kapsul dari sel dengan sonifikasi pada strain Lactococcus lactis subsp. cremoris dan menemukan bahwa material ini mengandung 44% protein dan hanya 22% karbohidrat.  Sedangkan Cerning et al., (1992) menemukan bahwa polimer yang terpresipitasi dari supernatan kultur dengan tehnik presipitasi etanol adalah didominasi karbohidrat.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada produksi EPS bakteri starter kultur susu fermentasi adalah sebagai berikut:
1.      Suhu dan waktu inkubasi.  Beberapa peneliti menunjukkan bahwa setiap bakteri starter kultur yang berbeda memiliki kemampuan memproduksi EPS yang berbeda pada suhu dan waktu inkubasi yang tertentu dan pada umumnya bukan pada suhu pertumbuhan optimumnya.  Sebagai contoh Lactobacillus casei yang merupakan starter kultur yang digunakan dalam pembuatan yakult memproduksi maksimal EPS (121 mg/l) diperoleh pada inkubasi 30oC setelah inkubasi 24 jam dan bila waktu inkubasi diperpanjang sampai 72 jam produksi akan menurun pada suhu 30 dan 37oC.  Hasil ini menunjukkan bahwa efisiensi sel adalah terbaik dalam mengkonversi karbohidrat menjadi polimer pada kondisi kultur tersebut (Mozzi et al., 1996).  Sebelumnya Cerning (1990) dengan menggunakan kultur yogurt Streptococcus thermophilus, Lb. delbrueckii ssp.bulgaricus, starter keju Lactococcus lactis ssp. cremoris menyatakan bahwa produksi EPS terbaik pada suhu dibawah suhu pertumbuhan optimumnya.  Sementara Malaka dan Abustam (2004) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa Lb. delbrueckii ssp. bulgaricus yaitu starter yogurt menghasilkan EPS optimal (359,2 mg/l medium SSR 10%) pada suhu 30oC dengan waktu inkubasi selama 16 jam.
2.      pH medium pertumbuhan
(Mozzi et al., 1994) menemukan bahwa Lactobacillus casei memproduksi EPS lebih baik pada pH kultur mula-mula 4,0 dari pada pH 5,0; 5,5 dan 6,5.  Sementara Lb. delbrueckii ssp. bulgaricus memproduksi EPS optimal (326,2 mg/l) pada pH medium pertumbuhan 6.5.
3.  Tipe medium pertumbuhan
Gassem et al., (1997) menemukan bahwa Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus dalam whey dapat memproduksi EPS yang dapat diprediksi dari nilai viskositas.  Viskositas lebih tinggi pada 32oC daripada 37oC dan 44oC dan terendah pada 44oC.  Malaka et al., (1996) dengan jenis starter yang sama menggunakan medium SSR 10% mendapatkan viskositas antara 64,7 – 342,24 mpa/sec pada suhu inkubasi 37oC selama 16 jam.  Demikian juga dengan jenis starter yang sama dengan menggunakan whey dari keju Ceddar produksi EPS mencapai 95 – 110 mg/l (Briczinski dan Roberts, 2002).  Produksi EPS dari Lb. delbrueckii ssp.bulgaricus paling bagus pada media SSR 10% (258,6 mg/l) dibanding media whey (69,6 mg/l) dan air tahu (49,8 mg/l).  Sebelumnya Schellhass (1983) menyatakan bahwa bakteri asam laktat mesofilik dan termofilik mampu tumbuh dan memproduksi EPS pada susu dan susu dialisa yang diperkaya dengan bermacam-macam nutrien.  Dari penelitiannya disimpulkan bahwa bukan hanya pertumbuhan tetapi juga produksi EPS kelihatannya secara spesifik berhubungan dengan adanya kasein yaitu protein spesifik susu atau protein whey.  Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus mampu membentuk 250 mg EPS/liter dalam media susu tetapi hanya memproduksi 50 mg/liter dalam kultur medium ultrafiltrat.  Streptococcus salivarius ssp. thermophilus hanya membentuk  20 mg/liter EPS pada susu ultrafiltrat dan 350 mg/liter dalam susu. Penelitian Malaka (2005) menunjukkan bahwa L. bulgaricus strain ropy yang digunakan sebagai starter yoghurt pada media Susu Skim Rekonstitusi (SSR) 10% yang disuplementasi glukosa 1,5% dan sodium asetat 0,5% yang dikondisikan pada pH 6,5 dan suhu inkubasi 30oC selama 16 jam dapat meproduksi EPS sebanyak 475 mg/ l. 
4.  Sumber Karbon
Sumber karbon terbaik menurut Mozzi et al. (1995a) adalah galaktosa (56 mg/l) dibanding sumber karbon lainnya fruktosa, sukrosa dan laktosa. Chu et al. (2001) melaporkan bahwa Bifidobacterium longum BB-79 mampu memanfaatkan laktosa untuk memproduksi EPS.  Suatu fermentasi dilakukan secara anaerobik  dengan konsentrasi laktosa mula-mula antara 2-5%.  Temperatur dan pH pada bioreaktor dijaga yaitu berturut-turut 37oC dan 6,9.  Produksi EPS tertinggi dengan kecepatan 0,24 g/jam dicapai dengan konsentrasi laktosa dibawah 5% dan konsentrasi EPS akhir adalah 1,45 g/l.  Marshall et al. (1995) melaporkan bahwa Lactococcus lactis ssp. cremoris sebagai starter kultur untuk pembuatan keju memproduksi 2 tipe EPS dalam medium yang disuplementasi oleh glukosa, laktosa dan galaktosa.  Total EPS yang diproduksi adalah 25 mg/ml. 
5.      Sumber mikromineral
 Mineral dibutuhkan bakteri sebagai akseptor elektron dalam metabolisme gula.  Dalam reaksi polimerisasi EPS maka pembentukan rantai karbon membutuhkan mineral sebagai akseptor elektron yang mengikat antara monomer dengan monomer lainnya (Vollmert, 1973).  Menurut Mozzi et al., (1995b) garam mineral sangat mempengaruhi produksi EPS oleh Lactobacillus casei.   Kondisi inkubasi yang digunakan adalah 37oC selama 48 jam.  Dari percobaan itu memberi hasil bahwa semua jenis garam meningkatkan  produksi EPS dengan hasil terbanyak pada suplementasi dengan MgSO4. (107 mg/l).  Hal ini disebabkan karena Mg2+ mempunyai efek stimulator untuk sintesa polimer.
                       
Hadirin yang dimuliakan Allah SWT                        

Pemanfaatan EPS dalam Pengolahan Pangan dan Industri

Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa EPS dapat meningkatkan kualitas pangan maupun sebagai sumber polisakarida baru. Polisakarida bakteri ini mempunyai sifat fungsional sama dengan polisakarida tanaman yaitu dapat berfungsi sebagai zat pengental, zat penstabil, zat pengemulsi, zat pembentuk gel, dan sebagai zat yang meningkatkan daya ikat air dalam bahan pangan (Malaka, 1997; Malaka et al., 1996; Malaka et al., 1997; Malaka dan Baco, 2000; Boels et al., 2003; van den Berg et al., 1995). Dari hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah parameter teknologi (perlakuan panas, total padatan dan homogenisasi) mempengaruhi struktur dan viskositas dari produk pangan yang dihasilkannya.  Sejak tahun 1996 Robijn mengemukakan bahwa produksi EPS oleh bakteri starter kultur telah dipertimbangkan sebagai generasi baru agen pengikat untuk meningkatkan sifat reologi yang menggambarkan peningkatan kualitas pangan.
1.  Peningkatan kualitas susu fermentasi
Kultur ropi untuk yogurt (Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus) dapat meningkatkan viskositas yoghurt disebabkan kultur ini memproduksi EPS (Skriver et al., 1995; Malaka et al., 1996; Malaka et al.,1997;) juga meningkatkan sifat rheologi curd susu asam (Malaka dan Baco, 2000; Hess et al. 1997) dibandingkan dengan pemakaian bahan penstabil  komersial. 
2.  Peningkatan nugget ikan dan kamaboko
Tarantino (2003) adalah peneliti dan Direktur Pusat Keamanan Pangan dan Aplikasi Nutrisi USA telah mengeluarkan surat mengenai hasil penelitian dari lembaga tersebut yaitu bahwa EPS dari Xanthamonas campestris dapat digunakan sebagai “food additive “ antara lain sebagai bahan pestabil yang cocok digunakan untuk pembuatan produk perikanan seperti sosis dan nugget ikan.  EPS Lb. bulgaricus meningkatkan kualitas kamaboko (Malaka, 2005).
3.      Peningkatan Kualitas bakso, sosis
 EPS Lb. bulgaricus meningkatkan kualitas sosis  dan bakso (Malaka, 2005).
4.      Peningkatan kualitas dan kuantitas keju
 EPS dapat meningkatkan tekstur, meningkatkan daya ikat air yang terperangkap dalam matriks protein sehingga keju Mozzarella menjadi lebih luntur.  Polisakarida ektraseluler ini juga meningkatkan produksi keju (Broadbent et al., 2003).  Demikian pula penelitian Perry et al. (1997) menunjukkan bahwa EPS Lb. bulgaricus meningkatkan kelembaban dan daya leleh dari keju Mozzarella khususnya untuk pembuatan pizza.
5.      Peningkatan kualitas makanan berbasis karbohidrat (udon, yokan, mi, tahu, dan selai yaitu dengan meningkatkan tekstur dari pangan tersebut (Harada et al., 1987).
6.      Sebagai sumber serat dan karbohidrat.
EPS dapat membuat padat makanan cair. Sifat-sifat EPS dengan pemanasan tinggi akan membentuk geli yang sifatnya antara sifat geli agar-agar  dan geli gelatin (Malaka, 2001).  EPS yang berasal dari bakteri Lb. delbrueckii ssp. bulgaricus, juga merupakan powder berwarna putih, mengembang dalam air panas dan merupakan heteropolisakarida.  
7.  Pemanfaatan dalam industri farmasi
 Pemanfaatan EPS bakteri juga telah diteliti oleh beberapa ahli.  Sasaki et al. (1978) telah berhasil melihat aktivitas antitumor dari glukan Alcaligenes faecalis var. myxogenes pada tumor sarcoma 180 dengan menggunakan mencit sebagai hewan percobaan.  Kitazawa et al. (1988) dan Kelkar et al. (1988) juga berhasil melihat adanya aktifitas antitumor dari bakteri asam laktat dengan menggunakan mencit sebagai hewan percobaan.  Malaka (2008) melaporkan bahwa EPS dari Lactobacillus bulgaricus strain ropy dengan dosis 0,01 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan 45,4% sel Leukemia K-562 dan 59,2% sel Hela (sel tumor servix manusia) secara in vitro.  Beberapa laporan penelitian juga menunjukkan bahwa EPS ini dapat meningkatkan kesehatan dengan meningkatkan daya imunitas dan menurunkan kolesterol konsumen yang dicobakan sehingga dapat berfungsi prebiotik (Hess et al., 1997; Yang, 2000). 
                       
Polisakarida harapan masa depan
Hadirin yang saya hormati dan semoga selalu dalam rahmat Allah SWT.

Ilmu Allah sungguh maha luas, makhluk mikroskopis ciptaannya berupa bakteri asam laktat yang dijadikan starter kultur susu fermentasi yang awalnya diisolasi dari susu segar ternyata dapat memproduksi polisakarida yang secara fisik dan kimia mempunyai sifat yang mirip dengan polisakarida asal tanaman.  Potensinya sebagai sumber polisakarida baru telah terbukti dengan berhasilnya diproduksi salah satu EPS secara komersial oleh Takeda chemical industry dan dipatenkan oleh Wako chemical dengan nama paten curdlan dari salah satu jenis bakteri tanah yaitu Alcaligenes faecalis var. myxogenes.  EPS mikroba ini sesungguhnya mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber polisakarida baru dimasa depan yang dapat  menggantikan polisakarida tanaman dengan semakin terbatasnya lahan untuk produksi tanaman.  Setiap bakteri yang bersifat ropy memiliki kemampuan memproduksi polisakarida yang unik, seperti halnya tanamanpun mempunyai sifat membentuk polisakarida yang spesifik. Meskipun penelitian-penelitian masih terus berlanjut tetapi temuan-temuan ini tak menutup kemungkinan akan menjadi cikal bakal produksi secara besar-besaran dimasa depan manakala produksi polisakarida tanaman sudah tak sanggup memenuhi kebutuhan manusia yang semakin bertambah dari tahun ke tahun sementara lahan semakin terbatas.  Oleh sebab itu industri polisakarida bakteri khususnya bakteri dari starter kultur susu fermentasi yang pada dasarnya memang merupakan bakteri probiotik perlu dipikirkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana halnya pemerintah Negara-negara  maju.




UCAPAN TERIMA KASIH
Sebelum mengakhiri orasi pengukuhan guru besar saya ini, Dengan seluruh dan sepenuh hati, serta jiwa raga, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pencapaian gelar akademik yang sangat membahagiakan sekaligus merupakan tanggung jawab moral yang mesti dipertanggung-jawabkan dunia akhirat ini.  Kepada Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional yang telah mengangkat saya menjadi Guru Besar di Universitas Hasanuddin, saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaannya.  Demikian pula kepada bapak Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Idrus Paturusi dan segenap jajarannya.  Terkhusus kepada bapak prof. Dr. Ir. Rady A Gany dan Prof.Dr. Ir. Natsir Nessa, M.Si. yang telah mempercayakan kami sebagai lulusan terbaik pada Program Doktor Pasca Sarjana lulusan November 2005, demikian juga kepada Bapak prof. Dr.Ir Effendi Abustam, M.Sc., Bapak Dr. Metusalach,  Dr. Amran Laga, Prof. Dr. Tomio Ohashi, selaku pembimbing selama menyelesaikan Doktor di Universitas Hasanuddin dan Master di Universitas Miyazaki. Juga kepada seluruh guru-guru saya mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama dan Menengah Atas.
Demikian juga terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Dekan dan seluruh staf  Fakultas Peternakan, serta seluruh rekan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk selalu tegar menghadapi segala macam tantangan hidup. Terkhusus kepada Prof.Dr.Ir. Effendi Abustam, M.Sc. yang merupakan guru saya yang telah membina saya menjadi seorang peneliti dan melakukan pengabdian masyarakat dan menempa saya untuk mengerti pahit getirnya kehidupan dunia kampus.
Kepada Bapak saya almarhum, terima kasih yang tak terhingga atas segala nilai-nilai moral yang ditanamkan sejak kecil untuk menempuh kehidupan dunia akhirat kepada saya, terutama nilai kejujuran dan kesetiaan.  Untuk mammi yang tercinta, terima kasih yang tak berujung atas seluruh cinta dan kasih sayangnya selama ini yang menanamkan nilai-nilai pengabdian dan budiluhur.
Kepada suami terkasih, terima kasih atas seluruh kenangan indah selama hidup bersama, berdamai kita bersatu dan bercerai kita runtuh yang membawa kita sampai dalam tujuan hidup mencapai ridho Ilahi.  Engkau memberi aku rembulan dan bintang yang menerangi hidupku, membawaku menapak tangga mencapai puncak.  Jangan biarkan aku terjatuh dalam jurang neraka dan bawalah aku ke dalam surga Ilahi.  Untuk anak-anakku tersayang, terima kasih atas seluruh pengertiannya selama ini.  Hari ini 9 Desember 2010 merupakan hari yang sangat bersejarah, karena merupakan hari perkawinan kami yang ke-20.
Wabillahi Taufik walhidayah, Walhamdulillahi Robbil Alamin.  Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabaratuh.


DAFTAR PUSTAKA


Boels, I.C., M. Kleerebezem, and W.M. de Vos.  2003.  Engineering of carcon distribution between glycolisis and sugar nucleotide biosynthesis in Lactococcus lactis.  Applied and Environmental Microbiology 69 (2) : 1129 – 1135.  http://aem.asm.org/cgi/content/full/69/2/1129. Diakses 4 Maret 2004.

Briczinski, E.P. and R.F. Roberts.  2002.  Production of an exopolysaccharide containing whey protein concentrate by fermentation of whey.  J. Dairy Science 85:3189 – 3197.  http://jds/fass.org/cgi/content/full/85/12/3189.  Diakses 31 Desember 2004.

Broadbent, J.R., D.J. McMahon, D.L. Welker, C.J. Oberg, and S. Moineau.  2003.  Biochemistry, genetics, and applications of exopolysaccharide production in Streptococcus thermophilus : a review.  J. Dairy Science 86: 407-423.  http://jds.fass.org/cgi/content/full/86/2/407.  Diakses 10 September 2004.

Broadbent, J.R. and D. Low.  1997.  Exopolysaccharide production in Streptococcus thermophilus: physiology, biochemistry, and genetics.  Marshall Italian and Specially Cheese Seminar.  http://www.blackwell-synergy.com/openurl.  Diakses 27 September 2003.

Cerning, J.  1990.  Exocellular polysaccharides produces by lactic acid bacteria.  FEMS Microbiology Review, 87:113-130.

Chu, L.H., Chu Y.F. and Y.M. Lo.  2001.  Production of Exopolysaccharide by Bifidobacterium longum :  Effects of lactose concentration.  2000 IFT Annual  Meeting. http://ift.confex.com/ift/2000/techprogram/paper 5.htm

Duboc, P., and B. Mollet.  2001.  Applications of exopolysaccharides in the dairy industry.  Neth. Milk Dairy J. 11: 759 – 768.

Gibbs, P.A.  dan R.J. Seviour.  1992.  Influence of bioreactor design on exopolysaccharide production by Aureobacidium pullulans.  Biotechnology Letters, 14 (6): 491-494.

Harada, T., A. Misaki and H. Saito.  1963.  Curdlan: a bacterial gel-forming beta-1,3-glukan.  Archives of Biochemistry and Biophysics 124: 292 – 298.

Hassan, A.N., J.F. Frank, K.A. Schmidt, and S.I. Shalabi.  1996.  Rheological properties of yogurt made with encapsulated nonropy lactic cultures.  J. Dairy Sci.  79: 2091 - 2097.

Hess, S.J., R.F. Robert, and G. R. Ziegler.  1997.  Rheological properties on nonfat yoghurt stabilized using Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus producing exopolysaccharide or using commercial stabilizer systems.  Journal of Dairy Science, 80 : 252 – 263.

Kelkar, S.M., M.A. Senoy dan G.S. Kaklij.  1988.  Antitumor activity of lactic acid Kitazawa, H.,  T. Toba, T.Itoh, S. Adachi  dan N. Kumano.  1988.  Effect of ropy sour milk on the metastasis of hewing lung carcinoma in mice.  Agril.  Biol.  Chem.  52:2331-2332.

Kitazawa, H., T. Toba, T. Itoh, S. Adachi and N. Kumano.  1988.  Effect of ropy sour milk on the metastatis of hewing lung carcinoma in mice.  Agric. Biol. Chemis. 52: 2331 – 2332.

Lawford, H.G. dan J.D. Rousseau.  1991.  Bioreactor design consideations in the production of high quality microbial exopolysaccharide.  Applied Biochemistry and Biotechnology, 34(35): 597 – 612.

Malaka, R.  1997.  Effect of curdlan, a bacteria polysaccharide on the physical properties and microstructure of acid milk curd by lactic acid fermentation.  Master Thesis. Faculty of Agriculture, Miyazaki University.  Japan.

Malaka, R and S. Baco.  2000.  Rheological properties and microstructure of acid milk curd by curdlan addition, a polysaccharide from bacteria.  BIPP VI (1) : 121 – 135.

Malaka, R.  2001.  Physical Properties of Bacteria Exopolysaccharide (EPS) “Curdlan”  Gel by Different Heating Temperature.  Bul. Ilmu Peternakan dan Perikanan VII (1) : 29-34.

Malaka, R and E. Abustam.  2004.  Effect of incubation condition on the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.  Buletin Penelitian Seri Hayati 7 (2): 105 – 109.

Malaka, R. 2005. Produksi Polisakarida Ekstraselular dari Lactobacillus bulgaricus (Starter Kultur Susu Fermentasi) dan Aplikasinya pada Produk Ikan dan Daging.  Disertasi.  Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.  Makassar.

Malaka, R, E. Abustam, Metusalach, and Laga, A.  2005.  Exopolysaccarides Production by Lactobacillus bulgaricus: a Review.  Instek, Informasi Sains dan Teknologi Kimia, Jurnal Teknologi Kimia, 2 (2): 152 – 164.

Malaka, R.  2008.  Antitumor activity (in vitro) of extracellular polysaccharide produced by ropy Lactobacillus delbrueckii ssp. Bulgaricus isolated from fermented milk.  Proceeding Management Strategy of Animal Health and Production Control on Anticipation Global Warming for Achievement of Millenium Development Goals.  Pp 304 – 308. ISBN 978-979-17677-1-2.

Marshall, V.M., Cowie, E.N., and R.S. Moretons.  1995.  Analysis and Production of two  exopolysaccharides from Lactococcus lactis subsp. cremoris LC330.   J. of Dairy  Research 62 : 621-628.

Mozzi, F., De Giori, G.S., Oliver, G and G. F. de Valdez.  1994.  Effect of culture pH on  the growth characteristics and polysaccharide production by Lactobacillus casei.   Michwissenschaft 49 (12) : 667-670

Mozzi, F., De Giori, G.S., Oliver, G and G. F. de Valdez.  1995a.  Exopolysaccharide production by Lactobacillus casei. 1.  Infuence of salts.  Michwissenshaft 50 (4) : 186-188.

Mozzi, F., G.S. de Giori, G. Oliver dan G.F. de Valdez.  1995b.  Exopolysaccharide Production by             Lactobacillus casei. II. Influence of carbon source.  Milchwissenschaft, 50(6):307-309.
Mozzi, F., De Giori, G.S., Oliver, G and G. F. de Valdez.  1995c.  Influence of temperature on production of exopolysaccharides by thermophilic lactic acid  bacteria.  Michwissenschaft 50 (2) : 80-82.

Mozzi, F., G.S. de Giori, G. Oliver dan G.F. de Valdez.  1996.  Exopolysaccharide production by             Lactobacillus   casei in milk under different growth conditions.  Milchwissenchaft, 51(12): 670-673.

Perry, D.B., D.J. McMahon and C.J. Oberg.  1997.  Effect of exopolysaccaride-producing culture on moisture retention in low fat mozzarella cheese.  J. Dairy Sci. 80: 799 – 805.

Petry, S., S. Furlan, M.J. Crepeau, J. Cerning, and M. Desmazeaud. 2000.  Factors affecting exocellular polysaccharide production by Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus grown in a chemically defined medium.  Appl. And Environment. Microbiol. 66 (8): 3427 – 3431.  Http://aem.asm.org/cgi/content/full/66 /8/3427.  Diakses 29 Oktober 2003.

Rawson, H.L. and V.M. Marshall.  1997.  Effect of ropy strains of Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus and Streptococcus thermophylus on rheology of stirred yoghurt.  International Journal of Food Science and Technology 32 : 213 – 220.

Robijn, G.W.  1996.  Struktural studies on exopolysaccharides produced by lactic acid bacteria.  Ph.D. Thesis, Utrecth University.  The Netherland.

Sasaki, T., N. Abiko, Y. Sugino dan K. Nitta.  1978.  Dependence on chain length of antitumor activity of (1-3)-beta-D-Glucan from Alcaligenes faecalis var. myxogenes IFO 13140 and its acid degraded product.  Cancer Research, 38:379-383.

Schellhaass, S.M. and H.A. Morris.  1985.  Rheological and scanning electron microscopic examination of skim milk gels obtained by fermenting with ropy and non-ropy strains of lactic acid bacteria.  Food Microstructure 4 : 279 – 287.

Sikkema, J. and T. Oda.  1998.  Ekstracellular polysaccharides of lactic of lactic acid bacteria.  Snow Brand R and D Reports 107 : 1 – 31.

Stanton, C., G. Gardiner, H. Meehan, K. Collins, G. Fitzgerald, P.B. Lynch, R.P. Ross.  2001.  Market potensial for probiotics.  Am.J.Clin. Nutr. 73: 476S – 483S.

Skriver, A., W. Buchheim and K.B. Qvist.  1995.  Electron microscopy of stirred yoghurt: ability of three techniques to visualize exo-polysaccharides from ropy strains.  Michwissenshaft 50 (12): 683 – 686.

Tamime, A.Y. and R. K. Robinson.  1985.  Yoghurt, Science and Technology.  Pergamon Press.  New York.

Teggatz, J.A. and H.A. Morris.  1990.  Changes in the rheology and microstructure of ropy yoghurt during shearing.  Food Structure, 9 : 113 – 138.

Van den Berg, D.J.C., G.W. Robijn, A.C. Janssen, M.L.F. Giuseppin, R. Vreeker, J.P. Kamerling, J.F.G. Vliegenthart, A.M. Ledeboer and C.T. Verrips.  1995.  Production of a novel extracellular polysaccharide by Lactobacillus sake 0-1 and characterization of the polysaccharide.  Appl. Environ. Microbiol. 61:  2840 – 2844

Vollmert, B.  1973.  Polymer Chemistry.  Springer-Verlag.  New York.

Yang, Z.  2000.  Antimicrobial compounds, and extracellular polysaccharides produced by lactic acid bacteria structures and properties.  Dissertation, University of Helsinki, Faculty of Agriculture and Forestry.  Helsinki.



RIWAYAT HIDUP


A. DATA PRIBADI

Nama                           :  Prof. Dr.  drh. Ratmawati Malaka, M.Sc
Tempat & Tagl. Lahir  :  Selayar, 12 Juli 1964
Jenis Kelamin              :  Perempuan
Pekerjaan                     :  Dosen  Fakultas Peternakan UNHAS
NIP.                            :  131 870 654 / 19640712 198911 2002
Pangkat/ golongan      :  Guru Besar/ IV c
Agama                         :  Islam
Status perkawinan       :  Kawin
            Suami              :  Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc.
            Anak               : 1.  Achmad Fadly Sudirman
2.      Taufik Azhari Sudirman
3.      Adrizal Ramadhan Sudirman
4.      Hanif Uzwa Hasanah Sudirman
Alamat                                    :  Komplek UNHAS Blok AG/39  
                                       Tamalanrea Km 10 Makassar 90245

Alamat e-mail              :  Malaka_ag39@yahoo.co.id
Telepon rumah/Fax/hp:  (0411) 586492/ 081355727613

B. RIWAYAT PEKERJAAN  DAN KEPANGKATAN

INSTITUSI/ TEMPAT
KEDUDUKAN/PANGKAT
PERIODE KERJA
1. Universitas Hasanuddin
Asisten Dosen
1988 - 1989
2. Universitas Hasanuddin
Dosen
1989 – Sekarang
3. Universitas Hasanuddin
Ketua Peneliti OPF
1992 - 1993
4. Miyazaki University/  
    Jepang
Peneliti S2
1995 – 1997
5. Universitas Hasanuddin
Anggota Klinik Hewan
1989 – sekarang
6. Universitas Hasanuddin
Ketua Peneliti OPF
1988 – 1999
7. Universitas Hasanuddin
Ketua Penerapan IPTEKS-DIKTI
1999 – 2000
8. Universitas Hasanuddin
Sekretaris Lab. THT
2001 – sekarang
9. Universitas Hasanuddin
Ketua Peneliti Hibah-Bersaing DIKTI
2002 – 2004
10. Universitas Hasanuddin
Ketua Peneliti DPP
2003 – 2004
11. Universitas Hasanuddin
Anggota Peneliti BBI
2004 – 2005
12.Universitas Hasanuddin
Peneliti Disertasi S3
2003 – 2005
13. Universitas Hasanuddin
Anggota Senat Fapet Unhas
2005 – 2007
13. Universitas Hasanuddin
Ketua Peneliti Hibah Bersaing DIKTI
2006 – 2008
13. Universitas Hasanuddin - LIPI
Ketua IPTEKDA LIPI 2007
2007
14.  . Universitas Hasanuddin - LIPI
Ketua IPTEKDA LIPI 2008
2008
15. PDHI Makassar
Anggota
1988 – sekarang
16. Fapet UNHAS
Ketua Peneliti Research Grand Hibah Kempetisi A2
2007 - 2008
17. Fapet Unhas – BBV Maros
Ketua monev Program Kegiatan Pembangunan Peternakan BBV Maros
2008
17. Fapet Unhas – BBV Maros
Ketua monev Program Kegiatan Pembangunan Peternakan BBV Maros
2009
18. Unhas
Ketua Peneliti Pembinaan Program Studi
2009
19. Unhas - Dikti
Ketua IbIKK Dikti
2010

C. RIWAYAT PENDIDIKAN
No.
STRATA
INSTITUSI
TEMPAT
TAHUN LULUS
1.
SD
SDN Benteng 4
Benteng Selayar
1976
2.
SMP
SMPN 1 Benteng Selayar
Benteng Selayar
1980
3.
SMA
SMAN 1 Benteng Selayar
Benteng Selayar
1983
4.
S1
FKH IPB
Bogor
1987
5.
Dokter Hewan
FKH IPB
Bogor
1988
6.
S2
Universitas Miyazaki
Jepang
1997
7.
S3
Universitas Hasanuddin
Makassar
2005

D.  RIWAYAT PENDIDIKAN TAMBAHAN PELATIHAN
No.
PELATIHAN
INSTANSI
TEMPAT
PERIODE
1.
Kursus singkat Teknik Penapisan dan Uji efek Biologik Senyawa bioaktif alam
F MIPA Unhas
Makassar
22 April – 04 Mei 2002
2.
Pemanfaatan Mikroorganisme untuk produksi Bahan Pangan
F MIPA UNHAS
Makassar
20 Mei 2002 – 01 Juni 2002
3.
Teknik Dasar Isolasi DNA Genom pada organisme Prokariotik
F MIPA UNHAS
Makassar
30 April 2001 – 12 Mei 2001
4.
Polimerase Chain Reaction dan Aplikasinya
F. Kedokteran UNHAS
Makassar
9 – 10 April 2001
5.
Pelatihan Etik Penelitian Kesehatan
Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan (Litbangkes)
Makassar
30 Agust – 1 September 2006
6.
Pelatihan Monev bidang peternakan
Departemen Pertanian
Bogor
Agustus 2009
7.
Pelatihan Penulisan Buku Ajar
Pascasarjan Unhas
Makassar
1 – 3 Okt. 2010

E.  PENGALAMAN PENELITIAN

No.
Judul Penelitian
Jenis
Tahun
1.
Tingkat Kasus cocciciosis pada kambing di Sulawesi Selatan
Penelitian OPF Unhas (Peneliti Utama)
1992 - 1993
1.
Effect of curdlan, a bacteria polysaccharide on rheological properties and microstructure of acid milk curd by lactic acid fermentation
Penelitian S2
1995 - 1997
2.
Pengaruh Suhu Inkubasi terhadap sifat fisik curd susu asam dengan fermentasi asam laktat
Penelitian OPF Unhas (Peneliti Utama)
1998 – 1999
3.
Daya tahan Yoghurt Pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi dengan lama penyimpanan yang berbeda pada lemari es
Penelitian DPP Unhas (peneliti utama)
2000 – 2001
4.
Pengaruh penambahan agar-agar sebagai bahan penstabil terhadap sineresis yoghurt.
Penelitian DPP Unhas (Peneliti utama)
2003 – 2004
5.
Karakteristik Pertumbuhan Listeria monocytogenes dalam susu selama penyimpanan refrigerator sebagai dasar dalam pencegahan infeksi asal pangan
Penelitian Dosen Muda DIKTI (Peneliti Anggota)
2004 – 2005
6.
Produksi Eksopolisakarida (EPS) starter kultur susu fermentasi dan pemanfaatannya pada produk pangan.
Penelitian Hibah Bersaing DIKTI (Peneliti Utama)
2002 – 2005
7.
Pengaruh suhu pemanasan terhadap kualitas susu markisa
Penelitian mandiri
2005
8.
Pengaruh penambahan markisa terhadap pembentukan gel susu
Penelitian mandiri
2005
9.
Produksi polisakarida ekstraseluler dari L. Bulgaricus (starter kultur susu fermentasi) dan aplikasinya pada produk ikan dan daging
Penelitian S3
2003 - 2005
10.
Potensi eksopolisakarida (EPS) Lactobacillus bulgaricus dari susu fermentasi sebagai obat antitumor: uji in vitro dan in vivo
Penelitian Hibah Bersaing DIKTI (Peneliti Utama)
2006 – 2008
11.
Mekanisme gelatinasi pada pembuatan produk susu rasa markisa melalui analisis fisiko-kimia dan mikrostruktur
Penelitian Research Grand Hibah Kompetisi A2 (Peneliti Utama)
2006 – 2007
12.
Analisis karakteristik dan model pertumbuhan Staphylococcus aureus koagulasi positif dalam menghasilkan enterotoksin untuk keamanan pangan hasil ternak
Penelitian Research Grand Hibah Kompetisi A2 (Peneliti anggota)
2006 - 2007
13.
Karakteristik dan mekanisme gelatinasi pada pembuatan dangke dengan bahan penggumpal getah pepaya melalui analisis fisiko kimia dan mikrostruktur menuju sertifikasi produk
Penelitian Pembinaan Program Studi
(Peneliti Utama)
2008 - 2009


F.  PENGALAMAN PENGABDIAN MASYARAKAT
      Demosntrasi Pemerahan Susu Kambing dan Pengolahannya menjadi Dangke di Kabupaten Daerah Tingkat II Majene.  1992.  Pengabdian Masyarakat DPP LPPM Unhas 1991/1992 No. Kontrak 108/PT04.H/P/1992.  Ketua Proyek.

Memasyarakatkan Yoghurt dengan Menggunakan Kultur Kering.  Penerapan IPTEKS. 1999.  Ditjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. No kontrak: 286/JO4.19/PM.05/99.  Ketua Proyek.

Peningkatan Pendapatan Peternak dengan Pembuatan Susu Markisa sebagai Diversifikasi Produk Susu Pasteurisasi di daerah Gunung Perak Kabupaten Sinjai.  IPTEKDA LIPI 2007.  Ketua Proyek.

Pengembangan Produk Susu Markisa melalui pembuatan minuman segar Kelfis sebagai diversifikasi produk susu pasteurisasi di daerah gunung perak Kabupaten Sinjai.  IPTEKDA LIPI 2008.  Ketua Proyek.

Usaha Teknologi Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Berbasis Diversifikasi Produk Susu Markisa Universitas Hasanuddin.  Program IbIKK Dikti.  2010.  Ketua Proyek.


G.  DAFTAR PUBLIKASI

Malaka R, S. Baco. and T. Ohashi. 1997. Effect of Curdlan, a Bacteria Polysaccharide on Rheological Properties and Microstructure of Acid Milk Curd.  Japanese Society of Zootechnical Science : II : 7-12. 

Malaka R. 1997. Effect of Curdlan, a Bacteria Polysaccharide on the Physical Properties and Microstructure of Acid Milk Curd by Lactic Acid Fermentation.  Thesis.  Miyazaki University.

Malaka R, M. Kuroki, Y. Kihara, and T. Ohashi. 1996. Physical properties and microstructure of acid milk curd added curdlan, a polysaccharide from bacteria.  The West Japan Journal of Animal Science II (16): 36.

Malaka, R. 1997. Effect of Curdlan, a Bacteria Polysaccharide on Rheological Properties and Microstructure of Acid Milk Curd.  Japanese Society of Zootechnical Science : 36. 

Malaka R. and S. Baco. 2000. Rheological Properties and Microstructure of Acid Milk Curd by Curdlan Addition, a Polysaccharide from Bacteria.  Bulletin Ilmu Peternakan dan Perikanan (Terakreditasi). VI(1):121-135. 

Malaka R. 2001. Physical properties of bacteria exopolisaccharide (EPS) “curdlan” gel by different heating temperature.  Bulletin Ilmu Peternakan dan Perikanan (Terakreditasi) VII (1) : 29 – 34. 

Malaka R. dan F.N.Yuliati. 2004. Kualitas organoleptik dan kadar gula reduksi pada proses pembuatan anggur nenas dengan fermentasi anaerobic menggunakan Saccharomyces cereviciae.  BIPP VIII (2): 142 – 147.

Malaka R and E. Abustam. 2004. Effect of incubation condition on the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus (starter culture of fermented milk).  Bulletin Penelitian (terakreditasi), Seri Hayati  7 (2) : 105 – 109. 

Malaka R. 2005. Lactobacillus bulgaricus strain ropy sebagai starter kultur susu fermentasi.  BIPP IX   (2): 120 – 129 (2005).

Malaka R dan E. Abustam. 2005. Bahan Ajar Enzim Pangan Hasil Ternak.  Proyek penulisan buku ajar Semi-Que Program Hibah Kompetisi Dikti.  Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Malaka, R., E. Abustam, A. Laga., Metushalach.  2005. Exopolysaccarides Produktion By Lactobacillus bulgaricus; A Review.  2005. Jurnal Instek ISSN 1693- 5861 2 (2): 152 – 164.

Malaka, R. 2005. Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Eksopolisakarida Laktobacillus bulgaricus Strain Ropy pada jenis Media Berbeda.  Jurnal Penelitian Teknologi (INTEK) Informasi Teknologi 13 (2): 86 – 98. ISSN 0653-1597 (Terakreditasi SK No.26/DIKTI/ Kep/30 Mei 2005)

A.B. Asrif dan R. Malaka. 2006. Kualitas Pembentukan gel susu dengan penambahan markisa pada pemanasan yang berbeda.  BIPP X (3): 110 – 117.

R. Malaka. dan Metusalach. 2006. Sifat fisik dan mikrostruktur kamaboko dengan penambahan eksopolisakarida yang diproduksi L. Bulgaricus (starter kultur susu fermentasi).  Jurnal Torani 1(16): 54 – 59 (Terakreditasi)

R. Malaka. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu.  Yayasan Citra Emulsi.  ISBN: 978-979-15703-1-2.

Singgi, I dan R. Malaka.  2007. Pengaruh  konsentrasi sari buah markisa (Passiflora edulis Sims) terhadap pembentukan gelatinasi susu.  Buletin Ilmu Peternakan dan Ilmu Perikanan XI (1): 35 – 40.

R. Malaka.  2007.  Efect of Culture PH on the Growth Characteristics and Exopolysaccharide Produktion by Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus Ropy Strain.  Buletin Penelitian Seri Hayati 10 (1): 36 – 40  (terakreditasi).

R. Malaka. 2008. Antitumor Activity (in Vitro) of Extracellular Polysaccahride Produced by Ropy   Lactobacillus delbrueckii ssp bulgaricus Isolated From Fermented Milk.  Management Strat.of Anim. Health dan Prod. Control on Anticipation Global Warning for Achievement of Millenium Development Goals (Publikasi Internasional 2008 ISBN 978-979-17677-1-2)
Hal. 304-308

R. Malaka.  2009.  Mekanisme gelatinasi pada pembuatan keju markisa melalui analisis sifat fisika dan mikrostruktur.  Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan.  ISBN 978-602-95808-0-8. Hal. 216 – 222.

Hajrawati dan R. Malaka.  2010.  Analisis organoleptik keju yang digumpalkan dengan sari buah markisa.  Jupiter, VIII (2) : 52 – 59.

R. Malaka.  2010.  Pengantar Teknologi Susu.  Masagena Press.  ISBN: 979-18390-7-7.

Nahariah, E. Abustam. dan R. Malaka.  2010.  Karakteristik fisikokimia tepung putih telur hasil fermentasi Saccharomyces cereviciae dengan penambahan sukrosa pada putih telur segar.  Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan, 1 (1): 35 – 42.                                                                                               

Karya Ilmiah Yang Tidak Dipublikasi      

      Hidroterapi pada Ternak.  Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
     
      Frekwensi Pernapasan dan Denyut Jantung dengan Tingkat Latihan yang Berbeda Pada Hewan


Makalah pada Seminar Nasional dan Internasional

Physical Properties and Microstructure of Acid Milk Curd Added Curdlan, a Polysaccharide from Bacteria.  The West Japan Journal of Animal Science.  36. (1998).  Seminar Internasional di Tokyo, Jepang.

Teknik Pengolahan Susu.  2002.  Pelatihan Pengembangan Teknologi Dangke pada Kelompok Peternak Usaha Pembuatan Dangke, Peneliti Fakultas Peternakan Unhas, dan Staf Dinas Peternakan di Propinsi Sulawesi Selatan.

Teknik Pengolahan Susu.  2002.  Pelatihan Pengembangan Teknologi Dangke pada Kelompok Peternak Usaha Pembuatan Dangke.  Fapet Unhas.

Prospek Bioteknologi pada Pengawetan dan Pengolahan Hasil Ternak.  2003.  Disampaikan pada kursus Singkat Pengawetan dan Pengolahan Hasil Ternak, Kerjasama Dikti dan Fapet Unhas. 

Prospek Bioteknologi pada Pengawetan dan Pengolahan Hasil Ternak.  2003.  Kursus Singkat Pengawetan dan Pengolahan Hasil Ternak. Fapet Unhas.

Prospek Bioteknologi pada Pengawetan dan Pengolahan Hasil Ternak (18 April 2003).  Kursus Singkat Pengawetan dan Pengolahan Hasil Ternak Fapet Unhas.

Kontaminasi Mikroorganisme Patogen pada Hasil Ternak (Mei 2004).  Kursus Singkat Keamanan Pangan secara Mikrobiologi.  FMIPA Unhas.

Bioteknologi dalam Pengolahan Daging (4 Agustus 2000) Kursus Singkat Teknik Penilaian Karkas dan Daging pada Ternak Sapi dengan menggunakan Novel Teknologi.  Fapet Unhas.

Produksi Eksopolisakarida (EPS) dari Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Pemanfaatannya (15 November 2005).  Pelatihan Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat pada produk Pangan dan Kesehatan.  FMIPA Unhas.

Teknologi Pasca Panen Susu (16 November 2005).  Pelatihan Agroindustri Bidang Peternakan.  Fakultas Peternakan Unhas kerjasama DIKTI.

Bioproses Produksi Eksopolisakarida Bakteri Asam laktat.  (1-3 Desember 2005).  Workshop Teknologi Bioproses II.  Poltek Negeri Makassar.

Teknologi Penanganan Limbah Industri Susu ( September 2006). Kursus singkat ”Penanganan Limbah Organik untung Mendukung Industri Peternakan”  Fapet Unhas.

Teknologi Pengolahan Susu (2007). Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan.

R. Malaka. 2008. Antitumor Activity (in Vitro) of Extracellular Polysaccahride Produced by Ropy   Lactobacillus delbrueckii ssp bulgaricus Isolated From Fermented Milk.  Management Strat.of Anim. Health dan Prod. Control on Anticipation Global Warning for Achievement of Millenium Development Goals.

R. Malaka. 2009. Mekanisme gelatinasi pada pembuatan keju markisa melalui analisis sifat fisika dan mikrostruktur.  Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan.  Fapet Unpad, Jatinangor Bandung.

R. Malaka dan Sulmiyati.  2010.  Karakteristik Fisik dan organoleptik keju markisa dengan pemberian level starter Lactococcus lactis subsp. lactis 527 dengan lama pemeraman yang berbeda.  Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 3 – 4 Agustus.

IMPIAN SURGA

Ratmawati Malaka
(Untuk Suamiku)
Kita tak mimpi
Di depan multazam
Di depan ka’bah, kita berurai air mata
Doa berharap cinta Allah tercurah untuk kita
Doa berharap dosa terampunkan untuk kita
Doa berharap ada tuntunan surga untuk anak kita
Doa berharap di akhir masa diperdengarkan kicauan burung
    Diperdengarkan suara gemericik air mengalir
    Dilayani bidadari nan elok

Kita tak mimpi
Di padang arafah, dunia memang tempat singgah
Doa berharap malam sunyi tangan sucimu membangunkan nyenyak tidurku, menuntunku tahajud,
Doa berharap, dunia tak menjadi tujuan,
Dikeheningan senja, suara kalam Ilahi, menyadarkan pergantian siang  malam, Dia ada dekat di urat leher
Menuntun kita sujud
Bukankan kita ingin bertemu Allah ?

                                          Tamalanrea, 17 Oktober 2010




.

 





Text Box: Unit berulang














IN
 







 




Text Box: 5





















Gambar 1.  Jalur biosintesa oleh Lactobacillus lactis.  Reaksi dikatalisa oleh enzim sebagai berikut : 1. glukosafosfoenolpiruvat ; 2. a-glukomutase; 3. UDP-glukose pyrofosforilase; 4. UDP-galaktose4epimerase; 5. TDP-glukose pyrofosforilase; 6. TDP-rhamnose sistim biosintesa; 7. fosfoglukose isomerase; 8. 6-fosfofruktokinase; 9. fruktose bisfosfatase; 10. fruktose1,6bisfosfat aldolase; 11. triose fosfat isomerase; 12.  laktose fosfoenolpiruvat: fosfotransferase sistim; 13. fosfo-b-galaktosidase; 14. glukokinase; 15. galaktose-6-fosfat isomerase; 16. tagatose-6-fosfat kinase; 17. tagatose-1,6-bisfosfat aldolase; 18. gliseraldehide-3-fosfat dehidrogenase dan fosfogliserat kinase; 19. fosfogliseromutase, enolase dan piruvatkinase; 20. laktat dehidrogenase.  TBP= tagatose 1,6-bisfosfat;         G 3-P = gliseraldehida 3-fosfat; DHAP = dihidroksiaseton fosfat  (Ramos et al., 2003).



.                                                              




                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS