Road to Mabdai



ROAD TO MABDAI
Kriteria Suami yang saleh :
1.      Memberi nafkah
Cukuplah seorang muslim berdosa bila tidak mencurahkan kekuatan (menafkahi) tanggungannya” (HR. Muslim).
2.      Menggauli istri dengan baik
Sesungguhnya mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah mukmin yang terbaik akhlaknya dan paling lembut pada istrinya” (HR at-Tirmidzi)
3.      Melindungi istri sebagai kehormatannya
Sesungguhnya sejelek-jelek manusia di sisi Allah kedudukannya pada hari kiamat adalah seseorang yang menyebarkan rahasia istrinya dan istri yang menyebarkan rahasia suaminya, kemudian tersiarlah rahasia tersebut” (HR. Muslim)
4.      Menghukumi secara syari serta tidak membenci istri
5.      Tidak boleh menjelek-jelekkan
Dunia itu perhiasan, sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah” (HR. Muslim)

Kriteria istri yang sholahah:
1.      Taat pada Allah dan Suami
Perempuan manapun yang meninggal dalam keadaan suaminya rhido kepadanya niscaya dia akan masuk surga” (HR-at-Tirmidzi)
2.      Berhias untuk suami
3.      Mengurus rumah, menjaga dirinya dan harta suaminya
4.      Membantu suami menggapai akhirat
Seorang wanita sholehah bagi seorang laki-laki seperti mahkota yang bertatahkan emas di atas kepala seorang raja.  Sebaliknya, seorang wanita yang buruk bagi seorang laki-laki adalah seperti beban yang berat di pundak seorang laki-laki tua” (HR. Ibn Abu Syaiban).
5.      Mempergauli suaminya dengan baik
“Janganlah seorang wanita mengizinkan seseorang berada di rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya ….” (HR-at-Thabrani).





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lactobacillus bulgaricus strain Ropy



Lactobacillus bulgaricus STRAIN ROPY SEBAGAI STARTER KULTUR SUSU FERMENTASI
(Lactobacillus bulgaricus ROPY STRAIN AS STARTER CULTURE OF FERMENTED MILK)

RATMAWATI MALAKA·

ABSTRAK


Lactobacillus bulgaricus secara luas digunakan dalam industri susu fermentasi seperti yoghurt, keju dan krim disebabkan sifat-sifatnya yang menguntungkan secara teknologi, nutrisi dan khususnya terhadap kesehatan.  Pecahnya gel yang menyebabkan terjadinya pengeluaran whey merupakan masalah pada pembuatan yoghurt.  Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan kultur yang bersifat ropy yaitu kultur yang menghasilkan slime (lendir) yang dieksresikan ke dalam susu selama fase pertumbuhan eksponensial.
Kata Kunci : Lactobacillus bulgaricus, strain ropy,  susu fermentasi.


ABSTRACT


Lactobacillus bulgaricus have been widely used in dairy industry for milk fermented manufacturing, e.g. yoghurt, cheese, cream; due to beneficial characteristics in technology, nutritional, and especially on health effect.  Gel rupture is usually become a problems in yoghurt manufacture, where cause whey syneresis.  To solve the problems is used ropy culture; that  product slime is excreted to milk medium during exponential growth phase.
Key word :  Lactobacillus bulgaricus, ropy strain, milk fermented   


PENDAHULUAN

            Mikroorganisme yang ada dalam susu fermentasi khususnya yoghurt pertama kali diobservasi oleh Grigoroff tahun 1905. Metchnikoff tahun 1910 pertama kali mempopulerkan teorinya tentang ingesti bakteri asam laktat yang dinamakan Bulgarian bacillus (belakangan disebut Lactobacillus bulgaricus) yaitu adanya bakteri ini dalam yoghurt menyebabkan penghambatan pertumbuhan organisme putrefaktif dalam usus.  Bakteri asam laktat ini dapat bertahan dalam usus dan selanjutnya mempunyai peranan terapiotika.  Oleh sebab itu bakteri ini kemudian dijadikan sebagai salah satu bakteri starter kultur untuk susu fermentasi secara komersial (Tamime dan Robinson, 1985).
            Lactobacillus bulgaricus secara luas digunakan dalam produksi produk susu fermentasi seperti yoghurt, keju dan krim disebabkan sifat-sifatnya yang menguntungkan secara teknologi, nutrisi dan khususnya terhadap kesehatan (Stanson et al., 2001).  Kultur yang memproduksi eksopolisakarida (EPS)  atau disebut juga kultur ropy telah banyak digunakan sebagai starter susu fermentasi karena meningkatkan kualitas produk yaitu meningkatkan viskositas dan mengurangi sineresis (Teggatz dan Morris, 1990;) dan juga meningkatkan sifat rheologi, tekstur dan cita rasa di lidah (Sikkema dan Oda, 1998; Hess, Roberts dan Ziegler, 1997; Rawson dan Marshall, 1997); juga telah digunakan untuk meningkatkan sifat fungsional keju Mozzarella dan yoghurt (Hassan et al., 1996; Duboc and Mollet, 2001; Broatbent et al., 2001).  Eksopolisakarida adalah nama umum untuk semua bentuk polisakarida bakteri yang ditemukan di luar dinding sel bakteri atau jamur  (Malaka, 1997).  Sedang yang dimaksud dengan ropy adalah sifat bakteri yang bertendensi menghasilkan lendir (slime) (Broadbent et al., 2003).

SUSU FERMENTASI
            Susu fermentasi seperti yoghurt dan buttermilk berkultur adalah secara alami identik dengan stadium pertama pembuatan curd atau keju lunak tanpa menggunakan rennet. Dalam pembuatan susu fermentasi baik yoghurt maupun keju umumnya digunakan starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.  Walaupun semua starter susu fermentasi, mentega,  dan keju secara fundamental dibuat dengan cara yang sama, tetapi proses pemanasan, pendinginan, inokulai dan inkubasi digunakan suhu dan lama inkubasi yang tertentu untuk tiap produk (Davis, 1991).  Strain ropy untuk Str. thermophilus dan L. bulgaricus dapat menggunakan suhu inkubasi 43oC, tetapi akan memberikan hasil dengan viskositas tinggi bila diinkubasi pada temperatur yang lebih rendah (30 – 32oC) dengan lama inkubasi yang lebih panjang (12 – 15 jam).  Hal ini disebabkan temperatur yang rendah akan menyebabkan pembentukan slime pada produk (Malaka dan Abustam, 2004).
            Semua produk susu fermentasi mengandung bakteri hidup, sehingga harus didinginkan selama penyimpanan.  Mikroorganisme akan aktif berinteraksi secara intensif dengan lingkungannya dengan merubah komponen medium menjadi produk metabolit.  Jadi komposisi kimia produk susu adalah sangat menentukan terhadap aktivitas metabolit dari  mikroorganisme dalam menghasilkan metabolit.  Variabel penting adalah jumlah karbohidrat , derajat hidrolisis protein dan lipida susu.  Hal ini sangat penting yang akan mempengaruhi rasa dan flavor produk susu (Heller, 2001).  Flavor keju adalah suatu manifestasi interaksi yang kompleks antara komponen aktif flavor volatil dan non-volatil.  Sejumlah bakteri asam laktat  (BAL) memproduksi flavor ini.  Pengaruh BAL adalah lebih dominan pada berbagai varietas keju karena membatasi pertumbuhan flora sekunder (Olson, 1990).
            Yoghurt sebagai makanan fungsional  dalam proses pembuatannya dipengaruhi oleh sifat kimia medium antara lain oleh adanya sodium, kalium, magnesium, kalsium, ferum dan seng (Nakazawa, Asano dan Tokimura, 1990).  

L. bulgaricus SEBAGAI STARTER KULTUR SUSU FERMENTASI
Lactobacillus bulgaricus sebagai starter kultur susu fermentasi merupakan salah satu spesies dari kelompok bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan sekelompok bakteri yang bersifat Gram positif.  Pengelompokannya juga berdasarkan morfologi, metabolit dan sifat-sifat fisiologinya.  Deskripsi tentang bakteri ini adalah sifat Gram positif, nonspora, berbentuk kokkus atau batang, dan memproduksi asam laktat sebagai komponen utama setelah fermentasi karbohidrat.  Beberapa kelompok BAL secara umum dibagi menjadi genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus (Sneath et al., 1986).
            Klasifikasi bakteri asam laktat menjadi genus yang berbeda secara garis besar didasarkan pada morfologi,  sifat fermentasi glukosa,  tumbuh pada temperatur yang berbeda-beda, konfigurasi asam laktat yang diproduksi, kemampuan tumbuh pada konsentrasi garam tinggi, dan toleransi terhadap asam atau alkali.      Menurut Sharpe (1982), karakteristik untuk klasifikasi BAL terdiri dari empat langkah yaitu:
  1. Penampakan mikroskopik menggunakan pewarnaan Gram
  2. Uji katalase
  3. Fermentasi karbohidrat
4.    Sifat fermentasi (homofermentatif atau heterofermentatif) dengan mengukur asam laktat, asam asetat atau alkohol.
            Bakteri asam laktat tersebar luas di alam, dan secara umum tidak ada yang terlalu istimewa dari bakteri ini, kecuali bahwa bakteri ini sering mencemari makanan yang menyebabkan makanan menjadi asam, terutama sering ditemukan pada industri susu dan industri bir sehingga akhirnya dijadikan sebagai starter untuk fermentasi jenis makanan ini (Radler, 1975).  Lactobacillus bulgaricus sering ditemukan pada produk susu, daging dan ikan; air, limbah, bir, anggur, buah-buahan, jus buah-buahan, sayuran fermentasi, acar, silase, adonan roti asam, dan bubur. Bakteri ini merupakan bagian normal flora pada mulut, traktus intestinal dan vagina hewan homothermik termasuk manusia (Sneath et al., 1986).
            Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri berbentuk batang, berantai, tidak berspora, tidak berflagel, Gram positif, bergranulasi dengan pewarnaan methylen blue, bersifat homofermentatif yaitu produk akhir dari metabolisme karbohidrat adalah asam laktat, mikroaerofilik, tidak mencerna kasein, tidak memproduksi indol dan H2S, tidak memproduksi enzim katalase, kadang-kadang memproduksi pigmen kuning sampai orange dan tidak patogen (Sneath et al., 1986). Dengan menggunakan elektron mikroskop, dinding sel Lactobacillus mengandung peptidoglikan, juga mengandung polisakarida yang melekat pada peptidoglikan dengan ikatan fosfodiester.  Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus strain pembentuk lendir (slime) umumnya ditemukan pada susu asam.  Komposisi asam amino bakteri dari genus Lactobacillus terdiri dari lisin, aspartat, glutamat dan alanin, kecuali pada L. plantarum tidak mengandung aspartat dan lisin tetapi digantikan oleh asam diaminopimelat (Williams, 1982).
            Nutrisi yang dibutuhkan oleh Lactobacillus adalah asam amino, peptida, derivat asam nukleat, vitamin, garam, asam lemak atau ester asam lemak dan karbohidrat yang terfermentasi.  Kondisi optimum pertumbuhan L. bulgaricus adalah antara 30 – 40oC, dengan pH optimal antara 5,5 – 6,2 tetapi tumbuh pada pH 5 atau kurang, dan laju pertumbuhan berkurang pada pH netral atau alkali (Sneath et al, 1986).
            Berdasarkan penelitian Malaka et al. (2003); Lactobacillus bulgaricus strain ropy pada media Susu Skim Agar (SSA) memperlihatkan koloni dengan figmen berwarna kuning bila medium yang mengandung koloni tersebut disimpan pada suhu refrigerator dalam jangka waktu yng cukup lama.  Koloni ini mempunyai ukuran antara 2 – 5 mm, pinggir rata, konveks, permukaan halus, opaq, berlendir.  Bakteri ini mempunyai panjang rata-rata 3 – 4 μ, lurus, uniform, dengan ujung bundar dengan penampakan penuh dan gemuk.
            Berdasarkan kemampuan fermentasi gula, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok yaitu BAL homofermentatif dan heterofermentatif.   Homofermentatif artinya  dalam jalur glikolisis menghasilkan hanya berupa asam laktat, sebaliknya heterofermentatif artinya disamping menghasilkan asam laktat, juga menghasilkan produk lain seperti asam asetat, alkohol, dan CO2  (Radler, 1975).     L. bulgaricus mempunyai DNA yang spesifik (Lick et al., 1996).

PEMANFAATAN ROPY KULTUR PADA SUSU FERMENTASI
            Bakteri asam laktat pertama kali ditemukan oleh Pasteur tahun 1897.  Pada saat itu secara tidak sengaja Pasteur mengamati bahwa bir yang dihasilkan menjadi asam.
            Saat ini bakteri asam laktat secara luas telah dimanfaatkan sebagai kultur starter untuk yoghurt dan mempunyai fungsi yang menguntungkan sebagai berikut :
     1.   Fungsi dari bakteri hidup yaitu membantu dalam mengeliminasi bakteri - bakteri yang berbahaya dalam usus.
2.    Fungsi dari metabolitnya, yaitu asam laktat dan EPS yang dapat meningkatkan daya cerna,  penyerapan  dan menekan bakteri pembusuk dalam usus.
  1. Fungsi dari hasil sel oleh produksi EPS, yaitu merangsang daya kekebalan manusia dan mencegah dari serangan infeksi dan kanker.
  2. Meningkatkan cita rasa, aroma dan meningkatkan daya awet makanan (Mitsuoka, 1998).

B
 
A
 


Gambar 1.  Lactobacillus bulgaricus  ; A. Strain ropy  B. Strain non-ropy  (pembesaran 6000 x, pewarnaan menggunakan emas) (Schellhaass and Morris, 1985).

      Pada Gambar 1 dengan menggunakan scanning electrone microscope dapat dilihat bahwa  strain ropy menghasilkan untaian-untaian seperti benang di sekeling sel, sedang pada strain non-ropy permukaannya bergranula tanpa adanya untaian benang.
            Produk susu fermentasi seperti yogurt, kefir, buttermilk, krim asam berkultur, koumiss, pada kelompok masyarakat tertentu atau etnik tertentu direkomendasikan sebagai makanan terapiutik atau bernilai propilaktik terutama untuk pengobatan pada kelainan pencernaan.  Yang sering menjadi masalah pada pembuatan yoghurt adalah pecahnya gel sehingga menyebabkan terjadinya pengeluaran whey.  Pendekatan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan kultur yang bersifat ropy (Garcia-Garibay dan Marshall, 1991). Pada kultur susu, bakteri starter yang bersifat ropy yaitu yang menghasilkan lendir sangat baik untuk pembuatan susu fermentasi.  Hal ini disebabkan strain tersebut bersifat sebagai stabilizer yang mencegah terjadinya sineresis sehingga tekstur produk menjadi sangat halus (Cerning et al., 1992).  Produk susu fermentasi  dengan komposisi 60-70% kultur ropy dan 30-40% non ropy akan memhasilkan produk yang kualitasnya bagus (Macura dan Towsley, 1984). Penggunaan kultur L. bulgaricus ropy pada yoghurt dapat meningkatkan viskositas (Teggats dan Morris, 1990), mengurangi kerentanan untuk terjadinya sineresis  (Schellhaass dan Morris,1985).    Penggunaan kultur ropy dalam pembuatan yoghurt juga menyebabkan tekstur menjadi lebih halus dan memberikan cita rasa yang spesifik di lidah (Malaka, 1997).
Dengan pengamatan mikrostruktur melalui scanning elektron mikroskop menunjukkan bahwa ropy kultur membentuk suatu filamen-filamen yang menghubungkan antara tiap molekul kasein, sehingga tekstur yoghurt menjadi lebih kompak dengan sifat rheologi yang lebih baik (Skriver et al., 1995; Malaka dan baco, 2000).  L. bulgaricus strain ropy membentuk mikrokoloni yang sangat panjang dengan diameter koloni yang cukup lebar dimana panjang koloni tidak kurang dari  60 μ dan diameter 6 μ  (Bottazzi dan Bianchi, 1986).
            Kultur ropy menyebabkan peningkatan konsistensi produk susu fermentasi disebabkan pembentukan slime yang dieksresikan ke dalam susu selama fase pertumbuhan eksponensial.  Lendir (slime) ini berfungsi sebagai “food stabilizer” yang mencegah terjadinya sineresis dan pembentukan granula sehingga produk menjadi mengental secara alami (Macura dan Townsley, 1984).  Kasein misel dalam susu mulai bertautan pada saat pH susu mencapai 5,5 yang disebabkan produksi asam laktat oleh bakteri kultur  tersebut (Harwalkar and Kalab, 1986).  Lendir yang dihasilkan bakteri asam laktat secara umum disebut “exocellular polysaccharides” , yang memperlihatkan tendensi penggunaan strain yang berbeda, media pertumbuhan yang berbeda serta prosedur isolasi dan purifikasi yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda dari satu peneliti dengan peneliti lainnya (Cerning et al., 1990).

PENUTUP

            Penggunaan kultur ropy dari Lactobacillus bulgaricus pada pembuatan susu fermentasi  sangat membantu mengatasi masalah penurunan kualitas seperti terjadinya sineresis, pecahnya gel terutama selama penyimpanan dan transfortasi produk.  Akhir-akhir ini strain ropy (strain pembentuk lendir) bakteri asam laktat yang digunakan untuk starter susu fermentasi menjadi obyek penelitian yang menarik karena kemampuannya menghasilkan ekspolisakarida (EPS).   Dimasa depan penggunaan EPS sebagai bahan makanan tambahan, maupun sebagai sumber obat-obatan akan mempunyai prospek yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, disamping kemampuannya dalam mengatasi masalah dalam industri susu fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA


Bottazzi, V and F.  Bianchi.  1986.  Types of microcolonies of lactic acid bacteria, formation of void spaces and polysaccharides in yoghurt.  Scienza E Tecnica Lattiero-Casearia 37 (4): 297 – 315.

Broadbent, J.R., D.J. McMahon, C.J. Oberg and  D.L. Welker.  2001.  Use of exopolysaccharide-producing cultures to improve the functionality of low fat cheese.  Int. Dairy J. 11: 433-439.

Broadbent, J.R., D.J. McMahon, D.L. Welker, C.J. Oberg, and S. Moineau.  2003.  Biochemistry, genetics, and applications of exopolysaccharide production in Streptococcus thermophilus : a review.  J. Dairy Science 86: 407-423.  http://jds.fass.org/cgi/content/full/86/2/407.  Diakses 10 September 2004.

Cerning, J., Ch. Bouillanne, M. Landon, and M.J. Desmazeaud.  1990.  Comparison of exocellular polysaccharide production by thermophilic lactic acid bacteria.  Sciences des Aliments, 10: 443 – 451.

Cerning, J., Ch. Bouillanne, M. Landon, and M.J. Desmazeaud.  1992.  Isolation and characterization of exopolysaccharides from slime-forming mesohilic lactic acid bacteria.  J. Dairy Science, 75: 692 – 699.

Davis, J.G. 1991.  The microbiology of yoghourt.  Dairy Inds 36 : 245 – 263.

Duboc, P., and B. Mollet.  2001.  Applications of exopolysaccharides in the dairy industry.  Neth. Milk Dairy J. 11: 759 – 768.

Garcia-Garibay, M and V.M.E. Marshall.  1991.  Polymer production by Lactobacillus delbrueckii spp. bulgaricus.  J. of Applied Bacteriology 70: 325 – 328.

Harwalkar, V.R. and M. Kalab.  1986.  Relationship between microstructure and susceptibility to syneresis in yoghurt made from reconstituted nonfat dry milk.  Food Microstructure 5 : 287 – 294.

Hassan, A.N., J.F. Frank, K.A. Schmidt, and S.I. Shalabi.  1996.  Rheological properties of yogurt made with encapsulated nonropy lactic cultures.  J. Dairy Sci.  79: 2091 - 2097.

Heller, K.J.  2001.  Probiotic bacteria in fermented foods: product characteristics and starter organisms.  Am. J. Clin Nutr., 73 : 374S – 379S. 

Hess, S.J., R.F. Robert, and G. R. Ziegler.  1997.  Rheological properties on nonfat yoghurt stabilized using Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus producing exopolysaccharide or using commercial stabilizer systems.  Journal of Dairy Science, 80 : 252 – 263.

Lick, S., M. Keller, W. Bockelmann and K.J. Heller.  1996.  Optimized DNA extraction method for starter cultures from yoghurt.  Milchwissenschaft 51 (4): 183 – 185.

Macura, D and P.M. Townsley.  1984.  Scandinavian ropy milk – identification and characterization of endogenous ropy lactic Streptococci and their extracellular excretion.  J. Dairy Sci. 67: 735 – 744.

Malaka, R.  1997.  Effect of curdlan, a bacteria polysaccharide on the physical properties and microstructure of acid milk curd by lactic acid fermentation.  Master Thesis. Faculty of Agriculture, Miyazaki University.  Japan.

Malaka, R and S. Baco.  2000.  Rheological properties and microstructure of acid milk curd by curdlan addition, a polysaccharide from bacteria.  BIPP VI (1) : 121 – 135.

Malaka, R., L. Muslimin, E. Abustam.  2003.  Produksi Eksopolisakarida Laktobacillus bulgaricus dan pemanfaatannya pada produk pangan.  Laporan Penelitian Hibah Bersaing. DIKTI.  Jakarta.

Malaka, R and E. Abustam.  2004.  Effect of incubation condition on the growth characteristics and exopolysaccharide production by ropy Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.  Buletin Penelitian Seri Hayati 7 (2): 105 – 109.

Mitsuoka, T.  1998.  Bacteria for Better Health Lactic Acid Bacteria.  Yakult Honsha Co, Ltd.  Tokyo.

Nakazawa, Y, J. Asano, and A. Tokimura.  1990.  Manufacture and chemical properties of low sodium yoghurt.  Milchwissenschaft  45 (2): 88 – 91.

Olson, N.F.  1990.  The impact of lactic acid bacteria on cheese flavor.  FEMS Microbiology Reviews 87: 131 – 148.

Radler, F.  1975.  The Metabolism of Organic Acids by Lactic Acid Bacteria.  Lactic Acid Bacteria in Beverages and Food.  Fourth Long Ashton Symposium.   Academic Press.  London.

Rawson, H.L. and V.M. Marshall.  1997.  Effect of ropy strains of Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus and Streptococcus thermophylus on rheology of stirred yoghurt.  International Journal of Food Science and Technology 32 : 213 – 220.

Schellhaass, S.M. and H.A. Morris.  1985.  Rheological and scanning electron microscopic examination of skim milk gels obtained by fermenting with ropy and non-ropy strains of lactic acid bacteria.  Food Microstructure 4 : 279 – 287.

Sharpe, M.E.  1982.  Identification of the lactic acid bacteria.  Research in Dairying : 233 – 259.

Sikkema, J. and T. Oda.  1998.  Ekstracellular polysaccharides of lactic of lactic acid bacteria.  Snow Brand R and D Reports 107 : 1 – 31.

Stanton, C., G. Gardiner, H. Meehan, K. Collins, G. Fitzgerald, P.B. Lynch, R.P. Ross.  2001.  Market potensial for probiotics.  Am.J.Clin. Nutr. 73: 476S – 483S.

Skriver, A., W. Buchheim and K.B. Qvist.  1995.  Electron microscopy of stirred yoghurt: ability of three techniques to visualize exo-polysaccharides from ropy strains.  Michwissenshaft 50 (12): 683 – 686.

Sneath, P.H.A, N.S. Mair, M.E. Sharpe, J.G. Holt.  1986.  Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Vol 2.  Williams and Wilkins.  Baltimore.

Tamime, A.Y. and R. K. Robinson.  1985.  Yoghurt, Science and Technology.  Pergamon Press.  New York.

Teggatz, J.A. and H.A. Morris.  1990.  Changes in the rheology and microstructure of ropy yoghurt during shearing.  Food Structure, 9 : 113 – 138.

Williams, R.A.D.  1982.  A review of biochemical techniques in the classification of Lactobacilli.  Biochemistry : 351 – 367.


· Staf pengajar Fakultas Peternakan, Jurusan Produksi Ternak, Lab. Teknologi Hasail ternak, Universitas Hasanuddin, Makassar

Diterbitkan pada BIPP IX (2): 120-129 (2005)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS